Friday, December 02, 2005

LAPORAN PEMBACAAN ATAS ANALISIS HEDDY TERHADAP “SRI SUMARAH, BAWUK, DAN PARA PRIYAYI”


1. Latar Belakang Penelitian
Berawal dari permintaan panitia pelepasan Umar Kayam sebagai guru besar di Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, peneliti ‘mulai iseng mengothak-athik’ tiga karya Kayam, yakni dua buah cerita pendek, “Sri Sumarah” dan “Bawuk”, dan sebuah novel, yaitu: “Para Priyayi”. Selesai membaca, peneliti sebetulnya juga belum mendapatkan ide tentang apa yang akan ditulisnya atas itu. Secara kebetulan, peneliti mendapatkan sebuah artikel Kayam tentang proses kreatif penciptaan karya-karya sastranya dari sebuah bundle majalah Basis edisi tahun 1983. Disana peneliti mendapatkan kisah tentang kegalauan seorang Kayam atas keterlibatannya selama ini dalam proses politik Orde Baru membersihkan unsur-unsur PKI. Kayam merasa bimbang tentang siapa yang “harus” dan siapa yang “tak harus” menjadi korban atas proses politik, semacam inkuisisi, tersebut. Sebab hal itulah kemudian lahir tiga karya Kayam seperti yang disebutkan di atas.
Terkait hal ini peneliti kemudian teringat pada dua buah buku yang masing-masingnya berjudul Five Families dan La Vida. Kedua buku ini ditulis oleh seseorang bernama Oscar Lewis berdasarkan penelitian lapangan tentang individu-individu dan keluarga-keluarga di Puerto Rico. Bagi peneliti, membaca buku tersebut rasanya tak berbeda dengan membaca karya-karya sastra, meski cerita dalam buku tersebut bukan fiktif karena individu-individu dan keluarga-keluarga dalam buku Lewis tersebut betul-betul ada. Peneliti kemudian menghubungkannya dengan cerita-cerita karangan Kayam di atas. Peneliti juga mempertanyakan – berdasarkan kisah kegundahan Kayam atas sebuah proses politik seperti yang disebutkan sebelumnya tadi – kenapa kayam, dengan kapasitasnya sebagai seorang sosiolog, tidak malah melakukan penelitian ilmiah. Kenyataannya, Kayam lari ke karya fiksi. Hal ini lalu dikaitkan dengan konsep mengenai mitosnya Claude Levi-Strauss.
Dalam salah satu bukunya Strauss mengatakan bahwa kehadiran mitos dalam kehidupan manusia adalah untuk mengatasi atau memecahkan berbagai kontradiksi empiris yang tidak terpahami oleh nalar manusia. agar dapat memahami kontradiksi tersebut nalar manusia kemudian memindahkan kontradiksi-kontradiksi ini ke tataran simbolis sedemikian rupa, sehingga elemen-elemen yang kontradiktif kemudian dapat diothak-athik, dan kemudian terciptalah sistem simbol yang tertata apik dan rapik. Melalui sistem simbol semacam inilah manusia kemudian memandang, menafsirkan, dan memahami realitas empiris sehari-hari, sehingga realitasyang tampak kontradiktif, amburadul, dan tak terpahami lantas juga tampak tertata apik dan rapi, tidak mengandung kontradiksi ataupun hal-hal yang tidak masuk akal.
Maka, atas dasar kegalauan Kayam tadi dalam menuliskan dua buah cerpen dan sebuah novel tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan kajian terhadap karya-karya Kayam tersebut dengan berangkat dari pemikiran-pemikiran struktural-antroplogi Jauss. Artinya, peneliti pun memperlakukan karya Kayam tersebut sebagai sebuah mitos atau dongeng, sebagaimana pula dengan alasan yang dipaparkan tadi. Kemudian, Kayam dalam proses kreatifnya terhadap tiga karya tersebut telah menempatkan dirinya sebagai orang yang terlibat. Berbeda dengan karya-karya Kayam lain, semisal: "Orang Orang di Bloomington", yang mana Kayam hanya berposisi sebagai orang yang menceritakan dan tak terlibat di dalamnya. Jika seandainya Kayam mengambil posisi sebagai pihak di luar cerita tersebut, tentulah Kayam akan menulis sebuah paper ilmiah sesuai dengan kapasitasnya sebagai sosiolog. Lagi pula, seperti yang dirasakan peneliti ketika membaca buku Oscar Lewis seperti yang disebutkan di atas, makin memungkinkanlah memperlakukan karya Kayam ini sebagai sebuah mitos.

2. Landasan Teori
Pendekatan Strukturalisme yang dikembangkan oleh Strauss dijadikan landasan teori sekaligus model awal penelitian. Strauss telah cukup bisa dengan ampuh membuktikan model pendekatannya dalam menganalisis mitos-mitos yang terdapat pada suku-suku Indian di Amerika, meski dengan kritikan disana sini. Dengan menganggap karya-karya Kayam yang akan dianalisis juga merupakan sebuah mitos, peneliti memulai pengkajian. Sebagaimana hasil-hasil yang didapat dari pendekatan Strauss ini pada analisis terhadap mitos-mitos di Indian Amerika tersebut, peneliti juga berharap ada hasil-hasil menarik yang bisa didapat dengan menerapkannya pada karya Kayam.
3. Tata Kerja
Model analisis yang dilakukan peneliti sendiri sebetulnya tak sepenuhnya menerapkan metode Strauss. Tapi dasar sistematikanya tetap berangkat dari pendekatan yang dilakukan Strauss. Pertama peneliti mengarahkan perhatiannya terhadap bagian-bagian tertentu yang didalamnya berkaitan dengan peristiwa Gestapu 1965. Hasilnya, fokus analisis adalah pada tokoh Tun dalam "Sri Sumarah", Bawuk dalam "Bawuk", dan Harimurti atau Hari dalam "Para Priyayi" sebab tokoh inilah yang tak penuh terlibat dalam aktivitas PKI. Sekali lagi ini terkait dengan apa yang menjadi latar belakang penulisan karya, yakni tentang kegundahan Kayam tadi tentang siapa yang harus atau yang tak harus menjadi korban proses politik pembebasan PKI, maupun latar belakang dan tujuan penelitian sendiri. Selain itu, ketiga tokoh tersebut menjadi "jalur benang merah" antaraketiga karya yang akan dianalisis.
Setelah itu dilakukan proses penyusunan ceriteme-ceriteme yang ada didalamnya secara sintagmatis dan paradigmatis. Istilah ceriteme ini digunakan sendiri oleh peneliti dengan tetap merujuk pada istilah mytheme-nya Strauss. Ceriteme tersebut diberi defenisi oleh peneliti sebagai kata-kata, frase, kalimat, bagian dari alinea, atau alinea yang dapat kita tempatkan dalam relasi tertentu dengan ceriteme yang lain sehingga dia kemudian menampakkan makna tertentu. Kemudian makna-makna yang didapat berdasarkan tafsir dan analisis atas ceriteme-ceriteme tersebutlah yang menjadi tujuan penelitian ini. Peneliti mengatakan bahwa dengan pemaknaan yang didapat atas analisis dengan cara ini, bisa dijawab pertanyaan Kayam tentang siapa yang harus dan siapa yang tak harus menjadi korban peristiwa 1965 tersebut.

4. Simpulan
Hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti dengan berangkat dari metode analisis structural-antropologisnya Strauss ini akhirnya menghasilkan hal-hal sebagai berikut. Pertama dari pendeskripsian sekaligus pengklasifikasian cerita pada unit-unit ceriteme akhirnya didapatlah jawaban dari pertanyaan Kayam tentang siapa yang harus dan siapa yang tak harus menjadi korban atas peristiwa Gestapu 1965. Tokoh-tokoh Tun, Bawuk, maupun Hari adalah orang-orang yang tak sepenuhnya terlibat dalam peristiwa tersebut. Kedua, analisis berhasil mendapatkan dua jenis struktur, yakni struktur sejarah kehidupan dan stuktur segitiga tegak, yang bisa menjelaskan posisi ketiga tokoh dan mengapa mereka akhirnya bisa terkait dengan peristiwa Gestapu tersebut. Struktur-struktur inipun kemudian dihubungkan secara mimetik dan atau sosio-kultural dengan nalar orang Jawa.
Dari itu kemudian didapat hal yang ketiga, yakni bahwa pengarang ternyata terpengaruh dan dibentuk oleh latar sosio-kulturalnya, yang berupa nalar Jawa tersebut, dalam memproduksi karyanya. Dan hal terakhir yang dipaparkan peneliti adalah bagaimana proses transformasi nilai-nilai, atau nalar Jawa, tersebut kepada karya. Diperlihatkan betapa karya sangat dibentuk oleh yang diistilahkan nalar Jawa tersebut.
Berangkat dari analisis yang telah berhasil dikerjakan oleh peneliti terhadap tiga karya Kayam tersebut, dengan berlandasan teori pada strukturalisme antropologi Strauss, peneliti menyarankan bahwa teori ini ternyata tampaknya bisa juga dijadikan pisau analisis yang memadai atas karya sastra, minimal dengan kesesuaian pada model karya yang dianalisisnya. Meski metode pendekatan teoritik secara strukturalisme antropolgik sendiri sebetulnya oleh Strauss dipandang hanya tepat digunakan pada bentuk sastra dongeng dan mitos dan dianggap kurang memadai untuk menganalisis karya-karya kontemporer sebab kelebih kompleksannya, peneliti telah memperlihatkan betapa di antara karya kontemporer tersebut ada juga yang bisa dianalisis secara structural antropologis. Tentunya landasan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti, yang mengasumsikan karya-karya Kayam yang dipilih tersebut sebagai sebuah dongeng dan atas dasar mitos, merupakan sebuah pembatasan. Minimal sementara.

No comments: