Wednesday, December 20, 2006

sesuai permintaan indra "plato" sarathan, hidup pluralisme

BAB III
Aspek Bunyi Sajak-Sajak “Khazanah” Pikiran Rakyat
Periode April-Mei 2005
3.1 Pengantar
3.2 Statistik Fonem dan Konstruksi Rb Setiap Sajak
3.2.1 Sajak 1 “Selamat Jalan Saudaraku”
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah 1 I
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: "Me-
ngapa bumi (jadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesung- 3
guhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.*)

Di ujung Sabang sebelah barat yang jauh itu 5 II
Air gelombang serupa garis putih yang membentang
Menggulung menyentuh setiap genting-genting rumah 7
Tiada senja yang selalu mengantarkan anak-anak pergi ke langgar
Tiada senja yang selalu bersolek menyambut malam 9
Tiada senja dalam seribu seratus rambut di kepala mereka

Tangis matamu, mengguyur bumi tak bertuah 11 III
Dan tak mampu mengoles bianglala lagi
Setiap kepala jungkir balikan dalam lumpur 13
Ada banyak anak baru tumbuh
Mencari Bapak dan Ibunya 15
Suami mencari Istri dan Anaknya
Istri mencari Suami dan anaknya juga saudara-saudaranya 17
Mereka saling mencari;
Dalam lumpur, bongkahan batu-batu dan kayu-kayu 19
Dalam terpal, kain spanduk dan kain-kain sarung

"Innalillaahi Wainna Ilaihi Raaji'un". 21 IV

Kini rencongku tak mampu untuk senyum V

Selamat tinggal Saudaraku 23 VI
Kau kini terukir dalam Nisan Surgawi
Di Sabang yang lebih jauh lagi, di sana, di atas 25
Selamat jalan Saudaraku
Selamat jalan 27
Bidadari-bidadari Kahyanganlah
Yang kini menjadi teman tidurmu 29
Semoga kau masih tersenyum dalam pelukan tangan-Nya.

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 125 18% 11% A 220 48% 19%
M 60 8% 5% I 84 18% 7%
G 57 8% 5% E 75 16% 6%
T 50 7% 4% KSN VKL TOTAL FNM
R 49 7% 4% 707 462 1168

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /u/ dan /i/ pada kata di ujung dan jauh itu (b5). Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam yang berpola oposisional cukup rapi. Konstruksi ini terlihat cukup menonjol sebab rangkaian kata masing-masingnya saling beroposisi, yang pertama merupakan dua kata di awal larik sedang yang ke dua merupakan dua kata di akhir larik dengan bunyi /u/ dan /i/ ini tidak terdapat pada rangkaian kata-kata di bagian tengah lariknya.
2. Rb /b/ pada kata sabang, sebelah, dan barat (b5). Konstruksi ini membentuk rima dalam yang runtun antara tiga kata di tengah larik meski dari segi pembagian suku kata pola yang dibentuk kurang rapi. Intensitasnya didukung oleh bunyi /b/ pada kata gelombang dan membentang (b6) yang membentuk konstruksi pada Rb3.
3. Rb /ang/ pada akhir kata gelombang dan membentang (b6). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang berpola cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Bunyi /ang/ terakhir merupakan akhir dari rangkaian kata yang menerangkan rangkaian kata bunyi pertama yang juga diakhiri bunyi /ang/. Kemudian, secara jumlah kata dalam masing-masing rangkaian katanya, rangkaian kata bunyi terakhir berjumlah lebih banyak dibanding rangkaian kata bunyi pertama yang hanya terdiri atas dua kata. Terdapatnya kata yang sebelum kata membentang, membuat peningkatan intensitas bunyi /ang/ ini sepola dengan jumlah kata setiap bagiannya. Intensitas konstruksi ini juga didukung oleh perpaduan bunyi ini dengan bunyi /m/ pada kedua kata tersebut di atas.
4. Rb /m/, /u/, /g/, /t/, dan /ing/ pada b7. Masing-masingnya membentuk rima dalam dengan pola keseluruhan yang acak. Intensitas bunyi /m/ didukung oleh konstruksi Rb3. Intensitas bunyi /u/ didukung oleh kata selalu pada b8-9 dan intensitas bunyi/ t/ didukung oleh konstruksi Rb5.
5. Rb /tiada senja/ pada awal b8-10. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara tiga larik terakhir dari enam larik baitnya. Antara b8-9, Rb-nya lebih panjang lagi yakni berupa bunyi /tiada senja yang selalu/. Meski konstruksi ini tidak terlihat terlalu rapi dari segi pola keseluruhan bait, juga sebab ketidak rataan repetisi ketiga lariknya (dengan dua larik sedikit berbeda), intensitasnya masih terlihat menonjol dengan keruntunan pada pola konstruksinya. Kesamaan pola bunyi ini juga kurang didukung oleh kesamaan pola akhir masing-masing lariknya. Namun kemudian, terdapatnya bunyi /t/ sebagai awal larik berikutnya sesudah konstruksi ini, yakni pada kata tangis (b11), bisa dianggap kembali menguatkan intensitas konstruksi ini. Konstruksi ini juga didukung oleh konstruksi tersendiri yang dibangun oleh bunyi /t/ pada konstruksi Rb4.
6. Rb /t/ dan /m/ pada b11. Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam yang cukup berpola teratur berdasarkan posisi rangkaian kata masing-masingnya. Rb /t/ terdapat (atau beroposisi) pada awal dan akhir larik sedang Rb /m/ terkosentrasi di tengah larik. Intensitas bunyi /m/ juga didukung oleh kata tak mampu mengoles yang terdapat di tengah larik berikutnya (b12).
7. Rb /nya/ pada akhir b15-17. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara tiga larik dari sepuluh larik baitnya. Dari segi konstruksi keseluruhan larik dalam bait polanya acak. Konstruksi ini didukung oleh kuantitas bunyi /a/ pada larik terakhir konstruksinya (b17) yang sejajar dengan pola kuantitas jumlah kata pada masing-masing larik yang terus meningkat dari larik pertama hingga larik terakhir konstruksinya.
8. Rb /dalam/ pada awal b19-20. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik terakhir dari sepuluh larik baitnya.
9. Rb /a/ dan /u/ pada kata batu-batu dan kayu-kayu (b19). Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam dengan pola yang cukup teratur antara ke dua kata di atas sebab keduanya memiliki susunan bunyi vokal yang sama. Intensitasnya jadi lebih menonjol dikarenakan kedua kata tersebut berbentuk kata ulang.
10. Rb /un/ dengan /um/ pada akhir BIV dan BV (b21 dan b22). Konstruksi ini membentuk rima antar akhir bait yang runtun. Meski bunyi akhir keduanya merupakan fonem yang berbeda, masih terasa terjadinya repetisi bunyi di sini disebabkan perulangan bunyi /u/ yang melekat pada masing-masingnya dan bunyi /n/ dan /m/ tersebut masih merupakan fonem dengan jenis yang sama dan dengan daerah artikulasi yang tidak jauh berbeda.
11. Rb /selamat/ dan /saudaraku/ pada b23 dan b26. Konstruksi ini membentuk paduan rima awal dan akhir antara dua larik dalam baitnya. Konstruksi ini seakan membagi baitnya ke dalam dua bagian dengan b23 merupakan awal bagian pertama dan b26 merupakan awal bagian ke dua sehingga terdapat pola bahwa Rb terjadi antara larik pertama masing-masing bagian.
3.2.2 Sajak 2 “Di Bawah Bianglala”
Di bawah Bianglala 1 I
Sepasang kupu-kupu bercumbu
Berlumur madu 3
Di atas Segara cinta
Bunga-bunga teratai ungu 5
Bermekaran menyambut bayu

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
B 10 17% 9% A 20 42% 19%
R 7 12% 7% U 15 31% 14%
M 6 10% 6% E 8 17% 8%
T 5 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
NG 5 9% 5% 58 48 106

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /a/ pada akhir b1 dan b4 yang berpadu dengan Rb /u/ pada akhir b2, b3, b5, dan b6. Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir yang berpola teratur {abbabb}. Dengan pengandaian bentuk kalimat bagi susunan kata-kata pada sajak ini, keteraturan pola ini pun semakin menonjol dengan larik yang diakhiri /a/ sama-sama berupa frasa preposisional dengan fungsi keterangan tempat. Intensitasnya juga semakin kuat sebab larik yang berima dalam konstruksi ini adalah keseluruhan larik sajak ini.
2. Rb /a/ pada b1 dan b4. Masing-masingnya membentuk rima dalam dan paduan keduanya jadi cukup menonjol terkait kesejajaran pembagian susunan kalimat dalam sajak ini.
3. Rb /di/ pada awal b1 dan b4. Konstruksi ini membentuk rima awal antara dua larik dari enam larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh bunyi /i/ yang terdapat pada suku kata pertama kata terakhir b1 dan b4. Konstruksi ini polanya sejajar dengan pembagian berdasarkan susunan kalimat seperti halnya konstruksi pada Rb1.
4. Rb /b/ pada awal kata bawah dan bianglala (b1). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar awal kata yang runtun. Intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb6 dan Rb7.
5. Rb /u/ pada b2-3. Masing-masingnya membentuk rima dalam. Polanya berdasarkan alur bunyi-bunyi vokal agak acak, cuma keteraturan ditunjang oleh posisi bunyi /u/ pada masing-masing larik yang sama-sama terkosentrasi di tengah hingga akhir larik dan setiap larik sama-sama diawali bunyi vokalnya oleh bunyi /e/. Selain itu intensitasnya ditunjang oleh kuantitas bunyi /u/ yang cukup signifikan pada dua larik ini. Hanya konstruksinya jadi tidak sejajar dengan pembagian berdasarkan susunan kalimat sajak ini sebab pola yang sama tidak terdapat pada b4-5.
6. Rb /ber/ pada awal kata bercumbu (b2) dan awal b3. Konstruksi ini membentuk rima antar awal kata yang runtun antara bunyi terakhir larik ke dua dengan bunyi awal larik ke tiga baitnya. Intensitasnya didukung oleh kata bermekaran (b6).
7. Rb /b/ pada awal b5 dan b6. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik terakhir dari enam larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb4 dan Rb6.
3.2.3 Sajak 3 “Alif Minor”
Galaksi bima sakti, beribu-ribu tahun yang berat, 1 I
bumi telah melahirkan bayi luka, bagi penyair
yang memelihara kata-kata. 3

Assyuaraau yatabiuhumul ghawwuun! *) II
Dan para penyair itu diikuti oleh orang-orang sesat. 5

Adalah aku, rumah singgah bagi segala III
kesesatan, jembatan beribu syetan yang berbaris 7
dalam pikiran. Adalah aku, ladang bagi segala
benih ketabuan, bagi segala bisikan yang berbuih, 9
menajamkan segala tuah, memburu satu-satunya
mata air, sumur yang mengalirkan puisi-puisi yang 11
lapar dan memar, yang tegang dan mengerang, yang
diburu dan dicemburu para pecundang. 13

Bagi seratus tahun sunyi, sebilah puisi menyaingi IV
doa-doa, meyiksa para pecinta, dan menggiringnya 15
menuju sejatinya kehidupan dan kematian.
Bagi sekejap ajal, segala kata memantul dan 17
menggandakan diri sendiri, meremukkan risau
dan segala yang memukau, menjelma benih-benih 19
puisi yang dikafani retorika dan ribuan basa-basi.
Lalu aku menjadi rasul bagi ayat-ayat yang tak 21
terkitabkan, bagi jalan-jalan yang tak tersinggahi dan
tak terpetakan, bagi zaman yang disandera dan 23
dikokang dalil-dalil kefakiran.

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 48 10% 6% A 182 47% 21%
R 43 9% 5% I 78 20% 9%
B 37 8% 4% E 64 17% 7%
T 37 8% 4% KSN VKL TOTAL FNM
K 37 8% 4% 471 383 854

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /b/ pada b1-2. Konstruksi ini membentuk rima dalam bait yang cukup acak, namun intensitasnya cukup menonjol sebab sebagian besar menjadi bunyi awal kata. Selain itu ditunjang oleh kata bagi yang beberapa kali secara acak tersebar pada sajak ini.
2. Rb /a/ pada akhir kata luka (b2) dan kata-kata (b3). Konstruksi ini membentuk rima dalam bait antar akhir kata yang runtun berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Kemudian, terjadi sebuah alur yang mengklimaks pada konstruksi ini dengan intensitas bunyi /a/ yang kuantitasnya naik pada bagian terakhir.
3. Rb /adalah aku/ pada awal kalimat pertama BIII (b6) dan kalimat ke dua sekaligus terakhir BIII (b8). Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antar keseluruhan kalimat dalam baitnya. Konstruksinya jadi cukup menonjol sebab memang hanya terdapat dua kalimat tersebut pada bait ini. Namun dengan melihat pertimbangan tipografis bahwa jumlah kata masing-masing kalimat sangat tidak seimbang, konstruksi ini terlihat menjadi agak lemah.
4. Rb /bagi segala/ pada akhir b6 dan b8. Konstruksi ini membentuk rima tengah antar kalimat yang runtun antar keseluruhan kalimat dalam baitnya. Sejajar dengan konstruksi Rb3. Meski masing-masing bunyi terdapat pada akhir baris, pembagian berdasarkan larik kurang sejalan dengan pengandaian jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya.
5. Rb /bagi se-/ pada awal kalimat pertama BIV (b14) dan pada kalimat ke dua BIV (b17). Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua kalimat dari tiga kalimat dalam baitnya. Terdapatnya kalimat ke tiga dalam bait ini yang tidak berbunyi awal sama dengan konstruksi ini membuat konstruksi ini berpola agak lemah.
6. Rb /i/ pada kalimat pertama BIV (b14-16). Konstruksi ini membentuk rima dalam kalimat yang agak acak. Intensitasnya menonjol terutama pada b14. Juga sedikit ditunjang oleh terdapatnya kata bagi dan puisi beberapa kali pada sajak ini secara acak.
7. Rb /an/ pada akhir kata terkitabkan (b22), terpetakan(b23), dan kefakiran (b24). Konstruksi ini membentuk rima dalam yang runtun berdasarkan pemberian tanda baca koma dalam kalimatnya tanpa selingan bunyi akhir lain. Intensitasnya juga didukung oleh kata jalan-jalan, dan (b22), zaman, dan dan (b23). Juga didukung oleh terdapatnya kata dan beberapa kali dalam larik sebelumnya serta bunyi akhir /an/ pada akhir kalimat pertama dan ke tiga baitnya.
3.2.4 Sajak 4 “Di Musim Pancaroba ”
Demikian ikhlas pohon-pohon karet 1 I
mengucurkan getah, saat aku begitu risau
diganggu doa ibuku yang memohon hadirnya 3
seorang menantu dan mencemburui anak
tetangga yang meminang gadis kelambu. 5

Demikian gembira anak-anak bambu II
dibunuh ayahku dan dimasak ibu dengan 7
cinta yang menderu, saat aku menjadi plastik
bagi puisi-puisiku yang bergerak ke arah lain 9
dari nasibku yang menyeruak.

Demikian indah rumput-rumput muda 11 III
disusui gadis remaja di taman kota, saat
aku menahan ereksi dari gairahnya puisi 13
yang menyembul di paha jalan menuju
mesjid yang disembunyikan papan iklan. 15

Demikian seru, setiap beranda menawarkan IV
percakapan tentang perkawinan yang 17
tertunda, saat aku menjadi hantu dan menolak
makam yang dikembangi anak perawan yang 19
menstruasi sebelum usia belasan.

Demikianlah, segalanya memburu manisnya 21 V
bulan madu di musim pancaroba yang tabu.
Sedang aku masih mengasini ribuan kata yang 23
kukawinkan dengan ikan-ikan di lautan yang
membawaku menyelam lebih dalam. 25

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 61 14% 8% A 153 45% 20%
M 52 12% 7% I 68 19% 9%
K 43 10% 6% E 61 17% 8%
D 37 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
S 33 8% 4% 432 349 781

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /demikian/ pada awal BI-BIV (b1, b6, b11 dan b16). Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antar bait. Konstruksinya nyaris sempurna dengan adanya kata demikianlah sebagai kata pertama bait terakhir yang merupakan bait satu-satunya yang tidak tergabung dalam konstruksi ini. Namun secara tipografis bait ini memang dibedakan sebab terdiri atas dua kalimat. Berbeda dengan pola bait-bait sebelumnya yang sama-sama hanya terdiri atas satu kalimat.
2. Rb /saat aku/ pada tengah BI-BIV. Konstruksi ini membentuk rima tengah yang runtun antar bait. Konstruksinya sejajar dengan pola konstruksi Rb1. Polanya bertambah rapi dengan posisi masing-masing bunyi yang berepetisi sama-sama berada sesudah tanda baca koma di setiap baitnya atau sejajar dengan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Pada BII dan BIV repetisi yang terjadi lebih lengkap berupa kata saat aku menjadi. Pola ini juga menciptakan variasi yang teratur bagi konstruksi ini. Sepertinya halnya konstruksi Rb1, konstruksi ini juga nyaris sempurna dengan terdapatnya kata sedang aku sebagai bunyi awal kalimat ke dua bait terakhir.
3. Rb /u/ pada akhir kata ibuku (b3), menantu (b4), dan kelambu (b5). Konstruksi ini membentuk rima dalam bait antar akhir kata yang runtun berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Intensitasnya didukung oleh posisi kata kelambu sebagai bunyi akhir bait. Selain itu, pada bait berikutnya, secara lebih acak, bunyi /u/ juga cukup sering menjadi bunyi akhir beberapa kata.
4. Rb /ak/ pada akhir kata bergerak (b9) dan menyeruak (b10). Konstruksi ini membentuk rima dalam bait antar akhir kata. Konstruksinya agak berpola runtun dengan mendasarkan pada jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Selain itu, konstruksi ini juga ditunjang oleh kuantitas bunyi /k/ yang cukup tinggi, meski acak, pada beberapa kata dalam bait ini.
5. Rb /a/ pada akhir kata muda (b11) dan kota (b12). Konstruksi ini membentuk rima dalam bait antar akhir kata yang runtun berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya.
6. Rb /an/ pada akhir BIII-IV (b15 dan b20). Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antar dua bait. Intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb7.
7. Rb /an/ pada akhir beberapa kata dalam BIV. Konstruksi ini membentuk rima dalam bait yang agak acak namun kuantitasnya cukup tinggi. Selain itu, intensitasnya didukung oleh Rb6.
3.2.5 Sajak 5 “Ziarah Jerusalem”
Berjuta malam 1 I
Bersama kelam
Ditelan kegelapan masa depan 3

Senyap II
Menembus pengap 5
Ruang hitam
Sejarah berhias 7
Dendam

Napas siang 9 III
Debu-debu membusuk
Bau mesiu 11
Menguruk kalbu

Pedang zaman 13 IV
Menebas ragu
Hanya satu pilihan 15
Mati beku
Atau hidup jalang 17

Malam kelam V
Di pusaramu tua, Jerusalem 19

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
M 21 16% 9% A 45 44% 20%
S 14 10% 6% E 26 25% 11%
B 11 8% 5% U 20 20% 9%
P 10 8% 4% KSN VKL TOTAL FNM
L 10 8% 4% 127 102 229

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /lam/ pada akhir b1 dan b2. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik pertama dari tiga larik baitnya. Bunyi /an/ yang menjadi bunyi akhir larik terakhir bait ini menguatkan intensitas konstruksi ini sebab konsonan /n/ dan /m/ masih merupakan jenis konsonan yang sama dan berada di daerah artikulasi yang tidak jauh berbeda. Konstruksi ini didukung pula oleh kesejajaran dengan konstruksi Rb2.
2. Rb /ber/ pada awal b1 dan b2. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik pertama dari tiga larik baitnya. Diperkuat pula oleh bunyi akhir yang sama, yakni bunyi /a/, pada ke dua kata yang bunyi awalnya berepetisi tersebut. Sejajar dengan konstruksi sebelumnya (Rb1), namun paduannya dengan bunyi awal larik ke tiga tidak sekuat konstruksi sebelumnya sebab bunyi letupan /d/ berangkai dengan vokal /i/ bukan /e/ seperti bunyi vokal yang terdapat pada Rb /ber/.
3. Rb /an/ pada b3. Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata. Bunyi akhir /a/ pada kata ke tiga lariknya ini menguatkan intensitas konstruksi ini. Intensitasnya juga diperkuat oleh konstruksi Rb1.
4. Rb /ap/ pada akhir b4 dan b5. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik awal dari tiga larik baitnya. Dengan pengandaian larik pada b8 bisa dianggap satu pengucapan dengan larik pada b7 sehingga dengan b6 membentuk rima akhir /am/ maka konstruksi ini akan lebih terlihat menonjol sebab memiliki pola rima yang teratur {aabb}.
5. Rb /s/ pada b9. Konstruksi ini membentuk rima dalam. Konstruksi ini menghasilkan sebuah pola oposisional dengan lariknya yang cuma terdiri atas dua kata. Bunyi /s/ pertama terdapat diakhir kata pertama sedang bunyi /s/ kedua terdapat di awal kata ke dua atau akhir larik. Intensitasnya didukung oleh terdapatnya bunyi /s/ pada kata senyap (b4) dan menembus (b5) dan rima dalam /s/ pada b7 yang mempunyai pola berkebalikan dengan konstruksi ini sebab bunyi /s/ pertama terdapat di awal kata dan bunyi /s/ ke dua terdapat di akhir kata ke dua atau akhir larik.
6. Rb /u/ pada akhir b11 dan b12. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik terakhir dari empat larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh terdapatnya bunyi /u/ pada kata membusuk (b10) serta kuantitas bunyi /u/ yang cukup tinggi pada tiga larik ini. Namun pola keseluruhan akhir larik dalam baitnya yang acak memperlemah intensitas konstruksi ini.
7. Rb /an/ pada akhir b13 dan b15. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara dua larik dalam baitnya. Konstruksi ini diselingi dengan kurang sempurna oleh Rb /u/ pada akhir b14 dan b16. Hal ini disebabkan keberadaan bunyi lainnya pada larik terakhir baitnya ini.
8. Rb /lam/ pada b18. Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang runtun. Intensitasnya lebih menonjol lagi sebab memang hanya dua kata inilah yang terdapat pada larik ini. Larik ini merupakan pengulangan dari kata terakhir b1 dan b2.
3.2.6 Sajak 6 “Malam Galilea”
Danau menghamparkan bayangan seluas pandang 1 I
Tenda-tenda nelayan. Gedung-gedung tua. Monumen usang
Semua berbicara tentang perang. Perang. Dan perang. 3

Tak habis-habis angin mengiris titian cekungan lembah II
Ingin mengusir takikan-takikan di pohon-pohon tak berbuah 5
Bekas gantungan-gantungan tali pengikat tubuh penuh darah
Lambang kesumat masa lampau yang tertatah jadi sejarah 7

Danau menghamparkan bayangan jelaga retak III
Hingga ombak tak lagi memantulkan gemerlap perak 9
Pantai berselimut kabut. Nyanyian di perahu membisu
Menyimak kilat cahaya melesat dari dentuman mesiu 11

Malam siaga. Pandangan mata saling curiga IV
Malam tak punya pesona. Kawan atau lawan entah mengintai siapa 13
Malam surga cuma segumpal damba, wahai Galilea

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 41 13% 7% A 123 50% 22%
M 37 11% 6% E 46 19% 8%
T 34 10% 6% I 33 14% 6%
NG 26 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
K 22 7% 4% 328 244 572

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /danau menghamparkan bayangan/ pada awal BI dan BIII (b1 dan b8). Konstruksi ini membentuk rima awal antar bait. Repetisi yang terjadi cukup menonjol sebab bunyi yang berepetisi cukup panjang. Namun terkait dengan pola keseluruhan sajak, bunyi yang berbeda pada awal BII dan BIV membuat konstruksinya kurang rapi selain bunyi akhir pada bait yang berepetisi ini juga berbeda.
2. Rb /ang/ pada akhir b1-3. Dengan membagi bait ini ke dalam satuan larik, terbentuk sebuah konstruksi rima akhir dalam bait yang berpola teratur {aaa}. Namun kesempurnaan itu berkurang sebab pola pembagian berdasarkan kalimat juga terdapat pada bait ini. Pembagian berdasarkan larik terlihat tetap bisa dilakukan karena dari segi susunan kalimat setiap akhir larik tetap terlihat ada jeda tercipta. Intensitasnya didukung oleh kata tentang perang dan perang (b3) yang secara tersendiri membentuk rima antar akhir kalimat yang runtun dalam sebuah larik.
3. Rb /is/ pada akhir kata habis-habis dan mengiris (b4). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang berpola cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Intensitasnya didukung oleh intensitas bunyi /i/ yang secara kuantitas cukup dominan pada lariknya.
4. Rb /ah/ pada akhir b4-7. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara keseluruhan larik baitnya. Konstruksi ini membentuk pola teratur {aaaa}. Intensitasnya didukung konstruksi Rb5.
5. Rb /ah/ pada akhir kata tertatah dan sejarah (b7). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang berpola cukup teratur berdasarkan pembagian susunan kalimatnya. Intensitasnya didukung konstruksi Rb4.
6. Rb /ak/ pada akhir b8-9 yang berpadu dengan Rb /u/ pada akhir b10-11. Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir antar keseluruhan larik dalam baitnya dengan pola teratur {aabb}. Konstruksi ini didukung oleh bunyi /ak/ pada kata ombak dan perak (b9).
7. Rb /malam/ pada awal b12-14. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun pada keseluruhan larik baitnya dan berpola teratur {aaa}. Memiliki kasus pembagian larik dalam bait yang sama dengan konstruksi pada BI (Rb2). Sejajar dengan Rb8.
8. Rb /a/ pada akhir b12-b14. Mengalami kasus pembagian larik yang sama dengan konstruksi pada BI (Rb2). Namun dengan membagi bait ini ke dalam satuan kalimat pun tetap tercipta konstruksi bunyi akhir /a/ sebab bunyi akhir setiap kalimat, serta sebuah jeda yang diberi tanda koma, juga berbunyi /a/. Sejajar dengan Rb7.
9. Rb /ai/ pada akhir kata mengintai (b13) dan wahai (b14). Konstruksi ini membentuk rima antar akhir kata antar tengah larik yang runtun. Membuat sebuah pola sebab ke dua kata tersebut terdapat sebelum kata terakhir larik masing-masingnya yang sama-sama memiliki bunyi akhir /a/.
3.2.7 Sajak7 “Sketsa Senja Betlehem”
Ranting zaitun yang kaupersembahkan bagi persahabatan 1 I
Membawa setetes embun harum
Sekilas tercium bersama senyum yang kausunggingkan 3
Di halaman gereja yang mulai dirangkul kelam

Dari menara masjid seberang 5 II
Kembali kuucapkan salam bersama uluran tangan
Sebelum tembakan patroli memisahkan dua kasih 7
Menjadi serpih-serpih eleji pedih

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 24 14% 8% A 48 41% 16%
M 21 12% 7% E 30 26% 10%
S 18 10% 6% I 19 17% 7%
R 16 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
K 13 7% 4% 177 115 292

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /an/ pada akhir b1 dan b3 yang berpadu dengan Rb /m/ pada akhir b2 dan b4. Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir antar keseluruhan larik baitnya. Secara keseluruhan bunyi akhir larik-larik baitnya membentuk sebuah konstruksi yang teratur yakni dengan pola {abab}. Namun perbedaan bunyi vokal suku kata terakhir larik ke dua dan ke empat membuat intensitas konstruksi ini berkurang. Secara tersendiri, bunyi akhir larik ke tiga dan ke empat membentuk paduan pula sebab menggunakan vokal yang sama dengan konsonan yang berbeda namun berjenis sama.
2. Rb /an/ pada akhir kata kau persembahkan dan persahabatan (b1). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata. Selain didukung oleh konstruksi Rb1, konstruksi ini intensitasnya juga diperkuat oleh pola susunan kalimat yang membuat seolah ada jeda sesudah kata yang pertama.
3. Rb /s/ pada b3. Konstruksi ini membentuk rima dalam yang cukup acak namun cukup kuat secara kuantitas. Terlebih intensitasnya didukung oleh kata setetes yang terdapat di tengah larik sebelumnya (b2).
4. Rb /um/ pada akhir tercium dan senyum (b3). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata. Intensitasnya disokong oleh kata embun harum pada akhir larik sebelumnya.
5. Rb /L/ pada b4. Konstruksi ini membentuk rima dalam yang agak acak. Namun kuantitas bunyi ini cukup menonjol pada lariknya ini.
6. Rb /k/ pada kata tembakan, memisahkan, dan kasih (b7). Konstruksi ini membentuk rima dalam yang acak. Namun intensitasnya didukung oleh intensitas bunyi /k/ pada beberapa kata dalam larik-larik lainnya. Kemudian didukung juga oleh intensitas bunyi-bunyi konsonan jenis letupan yang cukup intensif pada dua larik terakhir baitnya ini.
7. Rb /ih/ pada akhir b7 dan b8. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik terakhir dari empat larik baitnya. Konstruksinya kurang rapi jika dilihat dari konstruksi bunyi akhir keseluruhan larik dalam baitnya. Namun intensitasnya disokong oleh kuantitas bunyi /i/ yang cukup menonjol pada b8 serta bunyi /i/ pada kata patroli (b7) dan bunyi /ih/ pada kata serpih-serpih (b8).
3.2.8 Sajak 8 “Palestina, untuk Sebuah Nama”
Goresan graffiti mengotori tembok kota. Tulisan-tulisan sekenanya 1 I
Juga mural dan lukisan tak berbentuk. Kecuali sebuah nama
Palestina 3

Siapa lagi korban jatuh di depan kendaraan lapis baja II
Ya. Mereka tak dikenal dan entah dari mana 5
Hanya satu kata terucap dari mulut meregang nyawa
Palestina 7

Palestina. Untuk sebuah nama III
Dari berjuta nama 9
Ya. Mereka anak-anak intifada

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 30 17% 10% A 68 50% 22%
T 21 12% 7% E 25 18% 8%
K 17 10% 5% I 20 15% 6%
R 15 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
S 13 7% 4% 175 136 311

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /a/ pada akhir setiap bait (b3, b7 dan b10). Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antar keseluruhan bait. Antara BI dan BII repetisi yang tercipta lebih kuat lagi, yakni berupa satu kata, yaitu bunyi /palestina/.
2. Rb /a/ pada akhir setiap larik sajak ini. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antar semua larik. Pembagian berdasarkan larik ini masih bisa dilakukan sebab dengan mempertimbangkan konstruksi kalimat pada sajak ini, setiap akhir larik masih bisa diandaikan terdapat jeda.
3. Rb /g/, /r/, /t/, /k/ dan /L/ pada b1-2. Masing-masingnya membentuk rima dalam secara acak namun dengan kuantitas cukup tinggi. Antara bunyi /g/, /t/, dan /k/ saling sokong menyokong sebab sama-sama berjenis konsonan letupan.
4. Rb /a/ pada akhir kata kota dan sekenanya (b1), ya dan mana (b5), palestina dan nama (b8), dan ya dan intifada (b10). Masing-masingnya membentuk rima dalam larik yang berpola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya.
5. Rb /nama/ pada akhir b8-9. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik awal dari tiga larik baitnya. Konstruksi ini lebih menonjol di antara rima akhir larik lainnya (Rb2) sebab jumlah bunyi yang berepetisi lebih banyak, yakni berupa satu kata, dan intensitasnya yang juga didukung oleh terdapatnya kata nama (akhir b2) dan mana (akhir b5).
3.2.9 Sajak 9 “Beratus Kali Aku Mati”
beratus kali aku mati 1 I
belum juga dibuat nisan
namaku kembali silam 3
sehabis hujan

kukira aku sudah sampai 5 II
pada kematian pertama
nama yang tertera 7
saat janji dibaca

tapi mataku kembali 9 III
membuka halaman
dan kelindan awan 11
berbaris minta diucap

entah waktu mana lagi 13 IV
akan benar-benar
menutup mataku, 15
usaikan ucapku

nisankukah itu 17 V
yang belum selesai?

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 24 15% 8% A 63 49% 22%
K 19 12% 7% U 23 18% 8%
M 19 12% 7% I 20 16% 7%
T 16 10% 6% KSN VKL TOTAL FNM
B 13 8% 5% 160 128 288

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /i/ pada akhir kata kali dan mati (b1). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata dalam larik yang berpola cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya..
2. Rb /be/ pada awal b1 dan b2. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik pertama dari empat larik baitnya. Konstruksinya terlihat kurang rapi jika melihat bunyi awal larik keseluruhan baitnya apalagi jika melihat konstruksi bunyi akhir larik. Namun intensitasnya sedikit ditunjang oleh bunyi /e/ pada suku kata pertama b4.
3. Rb /an/ pada akhir b2 dan b4. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara dua larik dari empat larik baitnya. Sedikit disokong intensitasnya oleh bunyi akhir /am/ pada b3 yang menyelinginya. Juga memiliki konstruksi yang kurang rapi jika melihat konstruksi bunyi akhir keseluruhan larik sajak ini. Selain itu konstruksi ini tidak sejajar dengan konstruksi Rb2 sehingga hal tersebut bisa dipandang agak melemahkan konstruksi ini.
4. Rb /a/ pada akhir b6-8. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara tiga larik terakhir dari empat larik baitnya. Bunyi akhir yang berbeda pada larik pertama baitnya terasa agak mengganggu kerapian konstruksi ini.
5. Rb /a/ pada akhir kata pada dan pertama (b6) dengan Rb /a/ pada kata nama dan tertera (b7). Masing-masingnya membentuk rima dalam antar akhir kata dan keduanya berpadu membuat sebuah pola perimaan yang cukup rapi dengan masing-masingnya sama-sama diselingi oleh satu kata yang tidak berbunyi akhir /a/. Namun konstruksi ini tidak sejajar dengan konstruksi Rb4.
6. Rb /i/ pada akhir b9 dan b13. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara dua larik pertama dua bait yang runtun. Namun intensitasnya tidak disokong oleh pola bunyi akhir setiap larik masing-masing baitnya.
7. Rb /an/ pada akhir b10-11. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik dari empat larik baitnya. Intensitasnya didukung konstruksi Rb8. Namun, jika mempertimbangkan susunan kalimat pada baitnya ini serta kaitannya dengan konstruksi bunyi akhir keseluruhan larik baitnya ini, polanya menjadi terlihat kurang rapi.
8. Rb /an/ pada akhir setiap kata b11. Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata pada keseluruhan kata dalam lariknya. Intensitasnya didukung konstruksi Rb7.
9. Rb /ku/ pada akhir b15-16. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik terakhir dari empat larik baitnya. Juga intensitasnya kurang disokong oleh pola bunyi akhir keseluruhan larik baitnya. Namun didukung oleh konstruksi Rb10.
10. Rb /u/ pada akhir b16-17. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara larik terakhir BIV dan larik pertama BV. Intensitasnya didukung Rb9.
3.2.10 Sajak 10 “Awan tak Hanya Mengabarkan”
selalu saja aku menyebutmu mawar. kau 1 I
datang entah dari pulau mana. awan tak
hanya mengabarkan, hujan 3
juga tak membilang

ada yang hilang 5 II
begitu kau pulang,
tapi sulit kuucapkan 7
karena begitu dalam kenangan

selalu saja kusebut kau mawar. datang 9 III
dari rimba dan kembali ke laut lepas
hanya tak juga sempat kutulis 11
: kenangan menjadi karat

aku selalu saja menyebutmu, 13 IV
meski aku lupa namamu
(maafkan abaiku 15
pada igaku yang cuma satu!)

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 29 14% 8% A 79 51% 22%
K 24 11% 7% U 31 21% 9%
M 20 10% 6% E 22 15% 6%
T 18 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
L 17 8% 5% 209 151 360

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /selalu saja/ pada awal BI dan BIII (b1 dan b9) yang berpadu dengan Rb /a/ pada awal BII dan BIV (b5 dan b13). Keduanya membentuk rima awal antar bait yang saling berseling dengan pola teratur {abab}. Intensitasnya diperkuat oleh bunyi /a/ yang menjadi bunyi akhir kata selalu saja. Namun perbedaan bunyi akhir kata ada (b4) dan aku (b13) terasa mengurangi intensitas konstruksi ini. Terdapatnya kata mawar pada akhir kalimat pertama BI dan BIII juga menunjang intensitas konstruksi ini, selain kemiripan kata aku menyebutmu (b1) dan ku sebut kau (b9). Rb antara awal BI dan BIII nyaris berupa satu kalimat.
2. Rb /mawar/ pada b1 dan b9. Konstruksi ini membentuk rima akhir kalimat antara kalimat pertama BI dan BIII. Polanya sejajar dengan konstruksi Rb1. Masing-masing barisnya membentuk pola yang sama: runtunan kata-kata dalam sebuah kalimat + satu kata + enjabemen. Pola sintaktik pada kedua kalimat tersebut juga terlihat mirip.
3. Rb /lang/ pada akhir b5-6 yang berpadu dengan Rb /an/ pada akhir b7-8. Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir antara keseluruhan larik dalam baitnya dengan pola teratur {aabb}. Konstruksi Rb /lang/ didukung oleh konstruksi Rb4.
4. Rb /ilang/ pada akhir b4-5. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara larik terakhir BI dan larik pertama BII. Intensitas konstruksi ini diperkuat oleh bunyi akhir /a/ pada kata pertama b4-5 sehingga tercipta kesejajaran. Juga didukung oleh konstruksi Rb3.
5. Rb /u/ pada akhir b13-16. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antar keseluruhan larik baitnya dengan pola teratur {aaaa}. Intensitas konstruksi ini diperkuat oleh bunyi akhir /u/ pada setiap kata ke dua setiap larik dalam baitnya ini, kecuali pada b15. Cuma sayangnya tidak membentuk pola yang sejajar dengan konstruksi Rb3 padahal pola konstruksi BI sejajar dengan BIII.
3.2.11 Sajak 11 “Kususuri Masa Lalu”
(lagi-lagi kenangan). kususuri 1 I
masa lalu. di sini matahari
telah lesap, hingga sulit 3
nemukan jejakku kembali...

ke mana pipiku 5 II
yang kau tampar
saat matahari memar? 7
di mana kau sembunyikan
jejakku yang terpeta 9
di sepanjang bumi itu?

pohon-pohon hilang 11 III
rumpun. daun-daun
luruh. menghapus 13
arah:

mengatup rumah 15 IV
bagiku pulang

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 24 15% 9% A 47 41% 17%
M 16 10% 6% U 25 22% 9%
K 14 9% 5% I 20 18% 7%
G 13 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
P 12 8% 4% 158 113 271

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /L/ pada kata lagi-lagi (b1). Konstruksi ini membentuk rima dalam pada sebuah kata ulang. Konstruksi ini jadi menonjol sebab posisinya yang berada di awal sajak dan pemberian tanda baca kurung pada bagiannya ini. Selain itu intensitasnya juga didukung oleh berberapa bunyi /L/ lain pada beberapa baitnya ini yang terasa cukup intensif.
2. Rb /i/ pada akhir b1, b2, dan b4. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara tiga larik dari empat larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh terdapatnya bunyi /i/ pada suku kata terakhir b3 (sulit). Juga didukung oleh bunyi /i/ pada konstruksi Rb1. Namun intensitas konstruksi ini menjadi tidak begitu kuat jika dilihat jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya.
3. Rb /mana/ pada b5 dan b8. Konstruksi ini membentuk rima tengah yang tidak runtun namun cukup terpola. Dengan pengandaian bait ini terdiri atas dua kalimat tanya, terlihat repetisi kata ini teratur dalam sebuah pola dengan masing-masingnya merupakan kata ke dua setiap kalimat sehingga nyaris membentuk anafora.
4. Rb /ar/ pada akhir b6-7. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik dari enam larik baitnya. Namun pola bunyi akhir larik-larik lain dalam baitnya membuat konstruksi ini tidak terlalu rapi.
5. Rb /h/ pada kata pohon-pohon, hilang, luruh, menghapus, dan arah (b11-14). Dengan tidak memperhitungkan pembagian secara larik maupun kalimat, konstruksi ini terlihat membentuk rima dalam bait. Konstruksi yang dihasilkan acak, namun intensitasnya sangat tinggi pada baitnya secara kuantitas.
6. Rb /un/ pada akhir kata rumpun dan daun-daun (b12). Konstruksi ini membentuk rima antar akhir kata yang runtun antara kata terakhir kalimat pertama baitnya dengan kata pertama kalimat ke dua baitnya.
7. Rb /ah/ pada akhir b14-15. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara larik terakhir BIII dan larik pertama BIV.
3.2.12 Sajak 12 “Asap dari Kuburku”
bayang-bayang. ah, terlalu 1 I
jauh jarak silam dengan
kini. tinggal samar 3
di mataku yang nanar

kuingin kembalikan 5 II
jarak hingga parak
antara pandangan 7
dan bayang

seperti perahu 9 III
dengan lautmu
yang selalu ingin 11
karam di pantai
sebelum angin 13
inginnya mengempaskan
tubuhku tanpa batas! 15

ah, terlalu jauh jarak IV
pantai dengan laut 17
seperti titik kecil
di bola mataku 19

muara pun lesap V
di tenggorokanku kini 21
mengepul asap
dari kuburku 23
jauh di pantai

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 42 18% 11% A 74 47% 19%
G 21 9% 5% I 29 19% 8%
K 20 9% 5% U 24 16% 6%
T 19 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
NG 18 8% 5% 231 154 385

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /ar/ pada akhir b3-4. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik terakhir dalam baitnya. Dengan pengandaian bahwa dari kata tinggal hingga nanar adalah merupakan sebuah kalimat, sebagaimana pola dalam baitnya ini, tetap saja pembagian atas larik terasa kuat sebab adanya kesan jeda sesudah kata samar. Anggapan ada jeda ini diperkuat oleh kenyataan bahwa secara struktur kalimat, larik terakhir baitnya ini berfungsi sebagai keterangan yang berupa frasa preposisional. Intensitas konstruksi ini didukung oleh terdapatnya bunyi /am/ pada kata samar dan /an/ pada nanar. Bunyi /m/ dan /n/ sama-sama berjenis konsonan sengau dan berdekatan daerah artikulasinya.
2. Rb /arak/ pada akhir kata jarak dan parak (b6). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata antara kata pertama dengan kata terakhir lariknya. Intensitasnya diperkuat oleh bunyi /k/ pada setiap awal kata larik sebelumnya (b5).
3. Rb /u/ pada akhir b9-10. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik pertama dari tujuh larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh terdapatnya kata selalu pada tengah larik berikutnya (b11).
4. Rb /in/ pada akhir b11 dan b13. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang tidak runtun antara dua larik di tengah sebuah bait. Namun intensitasnya diperkuat oleh terdapatnya kata inginnya pada b12.
5. Rb /i/ dan /e/ pada b18. Masing-masingnya membentuk rima dalam dan keseluruhannya menghasilkan sebuah paduan yang berpola rapi. Keseluruhan bunyi vokal pada larik ini adalah: e-e-i-i-i-e-i.
6. Rb /sap/ pada akhir b20 dan b22. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang tidak runtun antara dua larik dari lima larik baitnya. Namun intensitasnya diperkuat oleh sama-sama terdapatnya bunyi /m/ di awal setiap larik tersebut serta bunyi /pu/ di tengah-tengahnya.
7. Rb /pantai/ pada akhir b12 dan b24. Konstruksi ini membentuk rima akhir antar larik antar bait yang tidak runtun. Bunyi pertama terdapat pada tengah baitnya sedangkan bunyi ke dua terdapat pada larik terakhir baitnya. Namun konstruksi ini jadi cukup menonjol sebab posisi kata ke dua berada di akhir sajak.
3.2.13 Sajak 13 “Aku Masuki Kolammu”
mata ikan itu mengatup 1 I
di kaca akuarium
sebelum fajar 3

hanya sekejap geliat II
kemudian terbang 5
dengan siripnya

dan aku pun berenang 7 III
masuki kolammu
bersayap tangan 9

tapi, jangan IV
kau keringkan airku 11
selagi aku jadi ikan...

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 19 17% 10% A 37 46% 19%
K 14 13% 7% I 15 19% 8%
G 9 8% 5% E 14 17% 7%
R 8 7% 4% KSN VKL TOTAL FNM
M 8 7% 4% 109 81 190

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /m/ pada awal kata mata dan mengatup yang berpadu dengan Rb /i/ pada awal kata ikan dan itu (b1). Masing-masingnya membentuk rima dalam antar awal kata dan paduan keduanya membuat sebuah pola yang rapi pada lariknya. Intensitas bunyi /m/ diperkuat oleh terdapatnya bunyi /um/ pada kata akuarium (b2) dan sebelum (b3). Sementara intensitas bunyi /i/ diperkuat oleh kata di dan akuarium (b2).
2. Rb /an/ dan /u/ pada kata mata ikan itu (b1) dan dan aku (b7). Konstruksi ini membentuk rima antar awal bait. Konstruksi yang dihasilkan cukup berpola rapi sebab masing-masingnya terdapat pada awal larik pertama BI dan BIII dari empat bait sajak ini. Kesejajaran yang terjadi menonjolkan rima ini selain kedua bunyi yang berepetisi tersebut sama-sama terdapat di akhir kata.
3. Rb /e/ dan /a/ pada kata sekejap geliat (b4). Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam yang runtun dan berpola cukup rapi jika melihat konstruksi bunyi vokalnya serta bunyi akhir /p/ dan /t/, yang berjenis konsonan yang sama, yang menjadi bunyi akhir ke dua kata di atas.
4. Rb /ang/ pada akhir b5 dan b7. Konstruksi ini membentuk rima akhir antar larik antar bait. Pola konstruksinya yang cukup acak, dengan masing-masingnya berada pada larik ke dua BII dan larik pertama BIII, memperlemah konstruksi ini. Namun intensitasnya juga cukup menonjol sebab jarak antara kedua bunyi yang berepetisi tersebut relatif dekat serta sama-sama terdapatnya bunyi /er/ pada suku kata pertama kata terakhir ke dua larik tersebut..
5. Rb /an/ pada akhir b9-10. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara larik terakhir BIII dan larik pertama BIV. Intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb6.
6. Rb /an/ pada akhir b10 dan b12. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara larik pertama dan terakhir baitnya. Selain didukung oleh konstruksi Rb5, posisi bunyi /an/ terakhir yang berada di akhir sajak serta diberi tanda baca elipsis ikut membuat konstruksi bunyi ini jadi terlihat cukup menonjol.
7. Rb /k/ pada b11. Konstruksi ini membentuk rima dalam. Pola yang dihasilkan konstruksi ini juga cukup rapi sebab dua bunyi /k/ pertama terdapat di awal kata sedang dua lagi terdapat di suku kata terakhir. Intensitasnya juga diperkuat oleh kata aku dan ikan (b12).
3.2.14 Sajak 14 “layang-layang”
i.
di sepanjang rel itu aku menyaksikan bagaimana anak-anak berlarian. tubuh-tubuh kecilnya tam- 1 I A
pak terdoyong-doyong menahan sebatang bambu panjang dengan ujung reranting kering di tangan-
nya. udara cukup halus senja itu. angin mengalir ke arah timur dengan desakan yang tak terlampau 3
tajam. pada saat itu pun aku akan segera menyaksikan mereka berebut layangan putus yang kini melin-
tas di matanya. ada yang lantas akan berbangga. ada yang harus kecewa. tapi kereta itu pasti akan 5
lewat juga. menderu menggusur waktu. dan di sana, di tepian senja yang kemudian memerah saga,
kali ini aku hanya bisa menunggu matahari susut, lesap, dan tiada; seperti juga anak-anak itu, yang 7
kini hilang entah kemana-

"pukul berapa, sekarang?" 9 II.

ii.
hujan yang aku tahu adalah hujan yang begitu biru: hujan yang menyimpan kepingan kesejukan III B
ketika kemarau datangnya terlampau berkepanjangan. hujan yang aku kenal adalah isyarat bagi anak- 11
anak di senja itu, yang mesti segera berkemas meninggalkan rel kereta dengan gulungan benang dan
layang-layang di pundaknya. namun hujan hari ini adalah hujan yang begitu kental dengan angan- 13
angan sebuah kota: penuh kepingan logam dan berwarna tembaga. hujan kali ini adalah tanda bagi
anak-anak di pelataran plaza itu untuk segera membuka payung-payungnya, menjajakannya di tepi- 15
an etalase, jalan-jalan, dan gemuruh senja yang silap oleh cahaya. adakah mereka, anak-anak itu,
aku, di sana? 17

"pukul berapa, sekarang?" IV

iii.
jarum jam itu sepertinya sudah tak pernah memberikan kesempatan untuk menolehkan dirinya la- 19 V C
gi kepadaku. sudah sedemikian lajunyakah ia berputar ke arah titik perhentian yang dituju; hingga
aku tak mampu pula untuk mengikuti setiap geraknya, detaknya, loncengnya, meski ia senantiasa me- 21
ngulangi perjalanannya pada tempat yang sama? di manakah aku? hanya jejak yang melahirkan jarak,
ataukah diriku yang semakin tak terbaca di situ? 23

"pukul berapa, sekarang?" VI

iv.
layang-layang yang direka-reka angin itu sebentar melesat ke udara, menari, berputar, seperti ingin 25 VII D
menerka-nerka peristiwa: "apa aku masih akan di sini jika hujan gemuruh tiba-tiba dan angin pun
menjadi cahaya?" 27

di sana, di tepian senja yang memerah saga, aku masih menunggu matahari susut, lesap, dan tia- VIII
da; seperti juga anak-anak itu, yang kini berlarian di tengah keriuhan lampu-lampu kota. 29

"pukul berapa, sekarang?" IX

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 218 19% 11% A 400 50% 20%
K 109 9% 6% E 155 19% 8%
G 95 8% 5% I 124 15% 6%
T 91 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
R 80 7% 4% 1166 812 1978

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat menonjol:
1. Rb /a/ pada akhir kalimat 5-8 BI (b5-6), kalimat 2-5 BIII (b13-17), dan kalimat 1-2 BVII (b29). Konstruksi ini membentuk rima akhir antar kalimat dalam bait yang runtun masing-masingnya. Secara keseluruhan, dari 25 buah kalimat yang terdapat pada sajak ini, secara acak (selain yang tersusun dalam konstruksi runtun di atas) 13 di antaranya (atau sekitar 52%) diakhiri dengan bunyi /a/. Dan tujuh kalimat lagi (termasuk bait pukul berapa sekarang) menggunakan bunyi /a/ sebagai bunyi vokal suku kata terakhirnya. Praktis hanya lima kalimat (atau sejumlah 20%) yang tidak diwarnai oleh dominasi bunyi /a/ ini. Hal ini tentu sangat mendukung intensitas bunyi /a/ yang telah dominan secara kuantitas keseluruhan.
2. Rb /pukul berapa sekarang/ pada BII, BIV, BVI, dan IX (b9, b18, b24, dan b30). Konstruksi ini membentuk repetisi bait yang cukup berpola rapi. Antara BII hingga BVI konstruksi repetisinya masing-masing diselingi oleh sebuah bait yang cukup panjang. Sedangkan bunyi terakhir, pada BIX, tidak lagi hanya diselingi satu bait, melainkan dua bait, namun ke duanya bait dengan jumlah kata yang relatif jauh lebih pendek dibanding bait selingan yang lainnya. Pembagian ini kemudian didukung oleh tipografi pembagian bait yang dilakukan penulis sajak ini.
3. Rb /u/ pada akhir kalimat 1-2 BV (b19-20). Konstruksi ini membentuk rima akhir antar kalimat dalam bait yang runtun. Seperti disebutkan sebelumnya, hanya 20% kalimat dalam sajak ini yang tidak diakhiri bunyi /a/. Selebihnya diakhiri bunyi /u/. Pada b22-23 juga terdapat rima akhir kalimat yang runtun dibangun oleh bunyi akhir /u/ ini, namun tidak seintensif konstruksi sebelumnya sebab perbedaan jumlah kata yang cukup mencolok antar masing-masing kalimatnya (pada konstruksi terakhir ini) selain juga terdapatnya jeda (yang ditandai oleh tanda baca koma) pada kalimat ke duanya dan jeda tersebut tidak berbunyi akhir /u/.
4. Rb /a/ pada akhir BVII dan BVIII (b27 dan b29). Konstruksi ini membentuk rima akhir antar bait yang runtun. Intensitasnya tentu juga didukung oleh dominasi bunyi /a/ yang telah disebutkan sebelum ini.
3.2.15 Sajak 15 “delirium”
duniaku makin gasing: 1 I A
entah di mana aku akan tersesat-

kematian begitu dekat: 3 II
tapi tuhan tak ada?

**
aku kembali asing: pada tubuh yang kini terbaring 5 III B
kusiangi urat-urat darah, desakan nafas, amis keringat
dan kata-kata nyinyir sepanjang gairah yang letup: 7
mereguk rindu dan kesumat hingga ujung nyawa-

**
seperti waktu, dinding-dinding kamar ini pun berdetak 9 IV C
mengenalkanku pada dunia tengik sepanjang musim:
lekuk tubuhmu, seperti juga kematian, polos telanjang 11
berbau harum jeruk nipis yang mencekik-

**
tak perlu ada cinta buat rindu di antara kita 13 V D
jangan marah: ini hanya sekadar tanda mata
untuk menjaga kesedihan demi kesedihan 15
yang belukar membangun rumah kita-

**
sempurnalah kesunyian, ketika kau labuh 17 VI E
menjauh, dan lenyap di balik kelebatan
cahaya: tak perlu kau berikan sekecup ciuman 19
jika itu hanya menjadi berita kepergian-
**

aku seperti berjalan ke arah matahari: 21 VII F
melingkar memunguti jejak langkahku sendiri
di tengah kemilau cahaya- 23

di manakah rumah itu akan kutemukan? VIII

**
menuju langit, 25 IX G
cahaya pekat sempurna?

**
pun, begitu di sini 27 X H
aku hanya menemukan kubur sunyi?

**
aku mencintaimu, 29 XI I
dengan sungguh sangat terlalu
seperti tuhan, 31
yang tak pernah kutemukan-

**
aku pun sebatang kara 33 XII J
seperti puisiku
yang tak lagi hidup 35
dan menyala-

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 106 17% 10% A 181 41% 17%
K 72 12% 7% E 85 20% 8%
T 59 10% 6% I 81 19% 8%
R 44 7% 4% KSN VKL TOTAL FNM
G 42 7% 4% 620 432 1052

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /u/ pada akhir kata pertama B-A, B-B, B-F, B-G, B-I, dan B-J (b1, b5, b21, b25, b29 dan b23). Konstruksi ini membentuk rima antar akhir kata pertama awal bait yang acak namun dengan kuantitas cukup tinggi. Intensitasnya bisa dipandang cukup menonjol sebab bunyi /u/ juga terdapat pada akhir kata ke dua B-C dan B-D serta terdapat pula pada kata pertama B-H. Hanya awal B-E yang tidak terdapat bunyi /u/ di dalamnya. Antara B-B, B-F, B-I, dan B-J, repetisi yang terjadi lebih intensif ladi yakni berupa kata aku.
2. Rb /at/ pada akhir b2-3. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara larik terakhir BI dan larik pertama BII. Intensitasnya didukung oleh kuantitas bunyi /t/ pada BII serta konstruksi Rb3.
3. Rb /t/ pada awal tiga kata pada b4. Konstruksi ini membentuk rima dalam antar awal kata yang runtun pada tiga kata pertama dari empat kata yang terdapat pada lariknya. Intensitasnya didukung oleh Rb2.
4. Rb /ing/ pada akhir kata asing dan terbaring (b5). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang memiliki pola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Keteraturan pola ini juga ditambah oleh sama-sama terdapatnya bunyi akhir /i/ pada satu kata sebelum masing-masing kata di atas. Kemudian intensitasnya juga diperkuat oleh bunyi /i/ pada kata kusiangi (b6) yang merupakan kata pertama larik sesudah larik tempat terdapatnya konstruksi rima dalam ini.
5. Rb /u/ pada akhir kata perlu dan rindu yang berpadu dengan Rb /a/ pada akhir kata ada cinta dan antara kita (b5). Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam antar akhir kata yang paduannya memiliki pola cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya.
6. Rb /ta/ pada akhir b13, b14, dan b16. Konstruksi ini membentuk rima akhir antar larik dalam bait yang agak acak secara keseluruhan disebabkan bunyi akhir berbeda yang terdapat pada larik ke tiga baitnya (b15). Tapi antara larik pertama dan ke dua rima akhir yang terbentuk runtun.
7. Rb /a/ pada akhir BV dan BVII (b16 dan b23) yang berpadu dengan Rb /an/ pada BVI dan BVIII (b20 dan b24). Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir yang berseling dengan pola teratur {abab} antara empat bait yang runtun dalam sajak ini. Intensitasnya didukung oleh juga terdapatnya bunyi /a/ pada konstruksi Rb /an/.
8. Rb /uh/ pada akhir kata labuh (b17) dan menjauh (b18). Konstruksi ini membentuk rima antar akhir kata yang runtun antara bunyi akhir larik pertama dan bunyi akhir kata pertama larik ke dua baitnya.
9. Rb /an/ pada akhir b19-20. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua buah larik terakhir dari empat larik baitnya. Meski pada larik ke dua baitnya ini, yang merupakan larik sebelum konstruksi ini, juga berbunyi akhir /an/, dengan mempertimbangkan jeda yang dihasilkan oleh susunan kalimatnya terlihat bahwa enjabemen pada larik tersebut kurang kuat.
10. Rb /ri/ pada akhir b21-22. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik pertama dari tiga larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh Rb11.
11. Rb /i/ pada akhir b27-28. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara keseluruhan larik dalam baitnya. Intensitasnya didukung oleh Rb10.
12. Rb /u/ pada akhir b29-30 yang berpadu dengan Rb /an/ pada akhir b31-b32. Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir antar keseluruhan larik dalam baitnya dengan pola teratur {aabb}.
13. Rb /a/ pada akhir b33 dan b36. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara larik pertama dan terakhir dari empat larik baitnya. Intensitasnya jadi cukup menonjol disebab bunyi /a/ pada akhir b36 terdapat pada kata terakhir sajak ini.
3.2.16 Sajak 16 “Kenangan”
Tempat ini mengapungkanku 1 I
Pada berita yang berkejaran dengan waktu
Musim basah dan langit tadah 3
Pada hitam jelagaku
Energi melawan waktu pejamku 5
Kenangan,
Telanjang 7
Biru
Begitu abu. 9

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 17 19% 11% A 31 48% 19%
T 10 11% 6% E 14 22% 9%
G 10 10% 6% U 10 16% 6%
K 8 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
M 7 7% 4% 97 64 161

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /u/ pada akhir b1, b2, b4, b5, b8 dan b9. Konstruksi ini membentuk rima akhir antar keseluruhan larik dalam bait (yang sekaligus keseluruhan sajak) dengan pola agak acak. Tiga larik lagi dalam sajak ini masing-masing memiliki bunyi akhir yang berbeda dan tersebar agak acak. Tapi keruntunan masing-masingnya terdapat antara b1-2, b4-5, dan b8-9 sehingga pola keseluruhan bisa dianggap tidak terlalu acak. Antara b4 dan b5 bentuk repetisi lebih panjang yakni berupa bunyi /ku/ dan konstruksinya didukung pula oleh sama-sama terdapatnya bunyi /am/ pada masing-masing larik tersebut. Antara b8 dan b9 intensitas konstruksinya didukung oleh bunyi awal larik keduanya yang sama, yakni konsonan /b/, meski diperlemah oleh jumlah kata yang masing-masingnya berbeda. Tapi kemudian diperkuat lagi oleh bunyi akhir kata pertama b8 yang juga vokal /u/ sehingga menghasilkan konstruksi tersendiri.
2. Rb /ah/ pada akhir kata basah dan tadah (b3). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang memiliki pola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Keteraturan pola ini juga didukung oleh kesamaan konstruksi bunyi vokal antar masing-masing bagian yakninya berupa bunyi /i/ pada suku kata terakhir satu kata sebelum masing-masing kata di atas selain sama-sama terdapatnya bunyi /a/ pada suku kata pertama ke dua kata di atas.
3. Rb /u/ pada akhir setiap kata b9. Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang runtun. Intensitasnya selain didukung oleh konstruksi pada Rb1 juga menonjol sebab posisinya yang berada di akhir sajak dan jumlah kata pada lariknya yang hanya terdiri atas dua kata.
3.2.17 Sajak 17 “Berlari ke Dalam Hujan”
Tak berdebu 1 I
Tak mengenal pagi
Ia yang jatuh mengulur deras 3

Tak bernama II
Tak mengenal arus waktu 5
Ia yang menatap butiran hujan

Batu lepas 7 III
Batu lekas
Tak menjadi diri 9
Sampah

Langit meraba lekat 11 IV
Hujan kembali membuat pekat

Ia ingin berlari 13 V
Ke dalam hujan

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 17 13% 8% A 42 47% 19%
T 15 12% 7% E 20 23% 9%
M 12 9% 6% I 13 15% 6%
K 11 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
B 10 8% 5% 128 88 216

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /tak ber/ pada awal b1 dan b4 yang berpadu dengan Rb /tak mengenal/ pada awal b2 dan b5 serta Rb /ia yang/ pada awal b3 dan b6. Konstruksi ini membentuk paduan rima awal antar keseluruhan larik antara dua bait yang runtun yang menghasilkan pola teratur {abc abc}. Namun intensitasnya diperlemah oleh keacakan bunyi akhir seluruh larik konstruksi ini.
2. Rb antara b7 dan b8. Antara dua larik ini cuma ada satu fonem yang berbeda, yakni konsonan /p/ pada b7 dengan /k/ pada b8, yang masing-masingnya berposisi sebagai bunyi awal suku kata terakhir lariknya. Selain dua fonem ini, bunyi-bunyi yang lain persis sama. Dengan menganggap antara ke dua fonem di atas tidak jauh berbeda sebab sama-sama berjenis konsonan letupan dan menilai bahwa posisi bunyi yang berbeda tersebut juga tidak terlalu signifikan, antara ke dua larik ini bisa dianggap terjadi perulangan utuh.
3. Rb /ekat/ pada akhir b11-12. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antar keseluruhan larik dalam baitnya. Selain rangkaian bunyi yang berepetisi cukup panjang turut menonjolkan konstruksi ini, terdapatnya bunyi /me/ pada awal kata sebelum masing-masing kata akhir larik ini juga ikut menciptakan keteraturan pola meski jumlah kata yang berbeda pada masing-masing larik sebaliknya justru memperlemah. Intensitasnya juga diperkuat oleh bunyi /at/ pada akhir kata membuat (b12).
3.2.18 Sajak 18 “Pekak-karam”
Ini tubuh butuh pelabuh: 1 I
Nama-nama diam, palma hitam,
Gerak-gerik kanak dan rambadia 3

Aku puing batu kelabu sekarat di jarakMu II
Aku lepas digergaji waktu, 5
Bayang-bayang hari laut
Kau gelombang itu 7
Menganga dan larung jiwa
Rumah kosong itu kini dihuni pejalan 9

Kini aku menari, III
Manakala langit redup kembali 11
Kau menjadi pelita kecil disini,
Di dada ini.
13
KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 24 14% 8% A 56 43% 19%
K 19 11% 6% I 32 24% 11%
G 14 8% 5% U 22 17% 7%
M 14 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
D 13 8% 4% 166 131 297

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /uh/ pada akhir tiga kata pada b1. Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang runtun. Hanya konsonan letupan saja yang terdapat pada ketiga kata tersebut (dalam hal bunyi konsonannya). Hal ini ikut memperkuat keruntunan pada konstruksi ini.
2. Rb /am/ pada akhir kata diam dan hitam (b2). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang memiliki pola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Intensitasnya juga didukung oleh kuantitas bunyi /m/ dan /a/ yang cukup tinggi pada lariknya ini.
3. Rb /k/ pada b3. Konstruksi ini membentuk rima dalam yang acak namun memiliki kuantitas cukup tinggi pada lariknya.
4. Rb /aku/ pada awal b4-5 yang berpadu dengan Rb /u/ pada akhir b4-5. Konstruksi ini membentuk paduan rima awal dan akhir yang runtun antara dua larik pertama dari enam larik baitnya. Meski dari segi konstruksi keseluruhan larik baitnya konstruksi ini jadi lemah, yang disebabkan pola bunyi acak pada awal dan akhir larik-larik lain, intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb5.
5. Rb /u/ pada akhir kata kelabu dan jarakmu (b4). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang memiliki pola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Intensitasnya didukung oleh kata batu (b4) yang berposisi satu kata sebelum kata kelabu serta didukung pula oleh konstruksi Rb4.
6. Rb /i/ pada akhir seluruh larik BIII (b10-13). Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara keseluruhan larik dalam baitnya. Intensitasnya didukung oleh bunyi /i/ pada akhir kata pertama larik pertama dan larik terakhir serta kaitannya dengan pola jumlah kata yang berbeda pada larik ini dengan dua larik di tengahnya.
3.2.19 Sajak 19 “Eksplantasi”
Seperti tercekik meriam warna hijau melon 1 I
Suaraku tak lagi bicara dalam bahasa pukau
Hanya menghitung cuaca dalam rimba angker 3
Rimba igauan tata nasib yang legam
Tengadah pada nganga luka tergolek 5

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 12 12% 7% A 39 51% 22%
G 11 11% 6% E 12 16% 7%
R 10 10% 6% I 11 14% 6%
M 9 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
T 8 8% 4% 102 76 178

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /s/ pada awal b1-2. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik pertama baitnya (bait yang sekaligus merupakan keseluruhan sajaknya). Intensitasnya diperkuat oleh terdapatnya bunyi /t/ pada awal kata ke dua masing-masing larik dalam konstruksi ini sehingga menciptakan sebuah pola yang cukup teratur. Tapi konstruksi acak pada bunyi awal dan akhir keseluruhan larik lain bait ini memperlemah konstruksi ini.
2. Rb /e/ dan /i/ pada kata seperti dan tercekik (b1). Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam yang runtun antara dua kata pertama lariknya dengan pola vokal yang teratur berdasarkan satuan suku katanya {aab aab}.
3. Rb /a/ pada akhir kata bicara dan bahasa (b2) yang berpadu dengan Rb /a/ pada akhir kata cuaca dan rimba (b3). Masing-masing membentuk rima dalam antar akhir kata dan paduan keduanya membentuk sebuah kontruksi rima tengah dengan pola yang cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Kata bahasa dan rimba yang bukan di akhir larik agak memperlemah konstruksi ini selain pola rima tengah keseluruhan lariknya terlihat acak.
4. Rb /k/ pada kata tercekik (b1) dan luka tergolek (b5). Konstruksi ini membentuk rima antar larik yang agak acak namun sedikit terkesan rapi sebab kata pertama merupa kata ke dua larik satu sedang kata ke dua merupakan bunyi akhir sajak ini. Selain itu bunyi /k/ sama-sama terdapat pada suku kata terakhir masing-masingnya. Intensitasnya juga jadi menonjol disebabkan kerapihan konstruksi Rb2.
3.2.20 Sajak 20 “Asmara Kardus”
kardus-kardus berasap 1 I
jaket kebanggaan dan mesin tulis bernyanyi
membikin irama 3
serba duka
elegan 5
barik-barik pernyataan cinta jadi bualan
ingin menjadi sajadah paling kiblat 7
tetapi segalanya
terperangah pada pikiran 9
pada perjalanan melewati lampau
asap cinta dan boneka api saling berledakkan 11
pada kelahiran yang menciptakan tiang-tiang
remah-remah balok kaca 13
godam kepiluan menyublimasi pikiran
busa sabun bercinta dengan air kotor 15
menciptakan dunia bernyanyi
kardus-kardus menjadi rumah bagi cinta 17
bagi lelah yang kasmaran
sekali lagi, 19
angin mengibarkan daun jantung yang berdetak
grafiti membuatku jatuh cinta 21
pada kardus.

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 57 17% 10% A 111 51% 20%
R 30 9% 5% I 47 21% 8%
K 28 8% 5% E 38 17% 7%
T 23 7% 4% KSN VKL TOTAL FNM
B 22 7% 4% 336 222 558

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /s/ pada b1. Konstruksi ini membentuk rima dalam yang agak acak namun cukup intensif sebab bunyi ini ada di setiap kata dalam lariknya dan cukup terpola pada kata ulang kardus-kardus. Intensitasnya juga didukung oleh kata mesin tulis (b2) yang terdapat pada larik sesudahnya.
2. Rb /an/ pada akhir kata elegan (b5), bualan (b6), pikiran (b9), berledakkan (b11), pikiran (b14), dan kasmaran (b18). Konstruksi ini membentuk rima akhir yang agak acak dalam baitnya (sekaligus dalam sajak sebab sajak ini hanya terdiri atas satu bait). Secara kuantitas bunyi ini dominan menjadi bunyi akhir larik dengan besaran yang cukup signifikan. Selain itu, konstruksi ini berkonsentrasi di tengah-tengah bait, yakni antara b5 sampai b18 dari total 22 larik yang terdapat pada bait sajak ini. Antara b9 samapai b18 juga terlihat sebuah pola yang runtun menghasilkan klimaks. Urutannya: antara b9 dan b11 diselingi oleh satu larik yang bukan berbunyi akhir /an/, antara b11 dan b14 diselingi oleh dua larik yang bukan berbunyi akhir /an/, dan, antara b14 dan b18 diselingi oleh tiga larik yang bukan berbunyi akhir /an/. Kemudian, intensitasnya juga didukung oleh terdapatnya bunyi /an/ pada akhir setiap kata yang berangkai dengan kata pada pada b9, b10, dan b12. Hanya kata pada pada b22 yang tidak dilanjutkan dengan kata berbunyi akhir /an/. Antara konstruksi kata pada dan kata berakhiran bunyi /an/ pada b10 dan b12 sendiri terdapat kesamaan pola, yakni sama-sama berposisi di awal baris. Meski secara keseluruhan bait polanya masih cukup acak, tidak terdapatnya lagi konstruksi lain yang lebih berpola dalam hal konstruksi rima akhir ini membuat konstruksi ini terasa menjadi cukup menonjol.
3. Rb /a/ pada akhir b3-4. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik dalam sebuah bait. Namun intensitasnya tidak terlalu tinggi mengingat jumlah larik lain yang banyak dalam baitnya. Di sisi lain, konstruksi ini menonjol sebab termasuk salah satu dari sedikit larik yang jumlah kata-katanya sedikit. Intensitasnya juga didukung oleh terdapatnya bunyi akhir /a/ pada satu kata sebelum kata duka, yang juga merupakan kata awal lariknya, sekaligus menjadi satu kata sesudah kata irama. Hal ini membuat keruntunan dalam pola konstruksi antar akhir larik ini menjadi lebih tajam.
4. Rb /te/ pada awal kata tetapi (b8) dan terperangah (b9). Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antar dua larik dalam sebuah bait. Intensitasnya juga lemah jika melihat jumlah larik lain dalam baitnya yang cukup banyak seperti kasus pada konstruksi Rb3. Juga perbedaan bunyi akhir larik dalam konstruksi ini mengurangi intensitasnya.
5. Rb /pada/ pada b9-10 yang berpadu dengan Rb /p/ dan /an/ pada awal dan akhir kata pikiran (b9) dan perjalanan (b10). Konstruksi ini membentuk paduan rima yang runtun antara akhir b9 dan awal b10. Intensitasnya juga didukung oleh konstruksi Rb2.
3.2.21 Sajak 21 “Surga Kecil Milikmu”
kehadiranmu di rimbun ilalang 1 I
menggerakkan sunyi yang aku bawa
mengepakkan sayap-sayap tembus pandang 3
melimpahkan wangi surga

selepas pertemuan kita 5 II
hadir galau dalam pikirku
lalu menciptakan gelisah juga keraguan 7

percakapan kita hiasi taman III
membuatku kembali menghirup aroma tubuhmu 9
mengental. Penuhi rongga-rongga dada

hadirkan keramahan juga sahaja 11 IV
auramu mengangkasa menepiskan barisan galau
temani bidadari surga di rimbun gemintang 13

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 36 15% 9% A 77 48% 19%
G 25 11% 6% I 28 17% 7%
M 25 11% 6% E 27 17% 7%
K 20 9% 5% KSN VKL TOTAL FNM
R 20 9% 5% 233 162 395

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /ang/ pada akhir kata ilalang (b1) dan pandang (b3) yang berpadu dengan Rb /a/ pada akhir kata bawa (b2) dan surga (b4). Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir yang berseling dengan pola teratur {abab} antar keseluruhan larik dalam baitnya. Sayangnya konstruksi ini tidak sejajar dengan konstruksi Rb 2.
2. Rb /me/ pada awal b2-4. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara tiga larik terakhir dari empat larik baitnya. Intensitasnya bertambah dengan adanya kesamaan pola morofogis pada kata pertama b2-4 tersebut yakni berimbuhan me-kan. Antara kata pertama b2 dan b3 kesejajaran bunyi lebih intensif lagi dengan terdapatnya kesamaan penggunaan bunyi /ng/ dan /k/ serta terdapatnya bunyi awal /s/ pada satu kata sesudah masing-masingnya.
3. Rb /an/ pada akhir b7-8. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara larik terakhir BII dengan larik pertama BIII. Intensitasnya didukung oleh bunyi /an/ pada kata menciptakan (b7) dan percakapan (b8).
4. Rb /u/ pada akhir kata membuatku dan tubuhmu (b9). Konstruksi ini membentuk rima dalam antara bunyi akhir kata pertama dan terakhir lariknya. Intensitasnya juga didukung oleh bunyi /u/ lainnya pada lariknya ini.
5. Rb /an/ pada akhir kata hadirkan dan keramahan yang berpadu dengan Rb /a/ pada akhir kata juga dan sahaja (b11). Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam antar keseluruhan akhir kata dalam lariknya. Konstruksi ini berpola teratur {aabb}.
6. Rb /a/ pada akhir kata mengangkasa (b12) dan surga (b13). Konstruksi ini membentuk rima tengah yang runtun antara dua larik terakhir dalam sebuah bait. Konstruksinya jadi cukup menonjol sebab hanya ada satu larik lagi dalam bait ini yang tidak tergabung ke dalam konstruksi ini.
7. Rb /i/ pada b13. Konstruksi ini membentuk rima dalam. Antara kata pertama dan kedua lariknya terbentuk pola yang runtun yakni repetisi bunyi antar akhir kata sedang dengan kata di yang merupakan kata ke empat dalam lariknya pola yang terbentuk hanya berupa kesamaan bunyi berposisi di akhir kata (tidak diikuti keruntunan).
3.2.22 Sajak 22 “Kupercayakan Kepadamu”
kupercayakan hidup pada jalanmu 1 I
ketika banyak persimpangan harus dilalui
kubiarkan dirimu memilih yang terbaik 3
kupercayakan hidup pada kuasamu
ketika samar masa lalu tak kau hiraukan 5
kupercayakan hidup pada pilihanmu

semua adalah terbaik 7 II

ketika doa-doa kurasa nyata III
ada lain diragamu 9
ketika doa-doa menjadi nyata
ada beda di dirimu 11

dan pertemuan kita menjadi doa yang terkabul IV
walau kebiasaan kita ciptakan 13

dan semua V
kupercayakan padamu 15

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
K 31 15% 8% A 89 50% 23%
D 25 12% 7% I 31 18% 8%
N 23 11% 6% U 27 15% 7%
R 17 8% 4% KSN VKL TOTAL FNM
M 17 8% 4% 206 176 382

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /ku/ pada awal b1, b3, b4, dan b6 yang berpadu dengan Rb /ketika/ pada awal b2 dan b5. Konstruksi ini membentuk rima awal antar keseluruhan larik dalam baitnya dengan pola teratur {abaaba}. Namun perbedaan pola bunyi lain yang mengiringi kata-kata dalam konstruksi ini di satu sisi bisa dianggap memperlemah intensitas konstruksi ini. Antara b1, b4, dan b6, repetisi bunyi terjadi pada fonem semua kata kecuali kata terakhir namun dengan bunyi akhir yang kembali sama. Antara b4 dan b6 intensitasnya lebih tinggi lagi dengan kesamaan jumlah suku kata kata terakhir masing-masing lariknya. Namun larik b3 tidak sejajar dengan konstruksi ini ditambah pula bunyi akhir b2 dan b5 yang berbeda. Tetapi antara kata pertama b3 dengan b1, b4, dan b6 sama-sama berimbuhan me-kan. Sementara intensitas Rb /ketika/ didukung oleh konstruksi Rb3.
2. Rb /terbaik/ pada akhir b3 dan b7. Konstruksi ini membentuk rima akhir antara satu larik di tengah BI dengan BII (yang berupa satu larik). Konstruksi ini jadi menonjol sebab posisi larik b3 dalam konstruksi Rb1 menjadikannya menonjol serta keadaan BII yang hanya berupa satu larik.
3. Rb pada awal, tengah, dan akhir b8 dan b10 yang berpadu dengan Rb pada awal, tengah, dan akhir b9 dan b11. Konstruksi ini membentuk paduan rima awal dan akhir yang berseling dengan pola teratur {abab} antar keseluruhan larik dalam baitnya. Sebuah pola lain juga mengiringi konstrukusi ini yakni pertama, jumlah kata ke empat larik ini sama dan kedua, bunyi yang berbeda antara b8 dan b10 adalah masing-masing pada kata ke tiganya, sedangkan bunyi yang berbeda antara b9 dan b11 adalah masing-masing pada kata ke duanya.
4. Rb /dan/ pada awal b12 dan b14. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua bait. Intensitasnya didukung oleh kesejajaran jumlah larik masing-masing baitnya yang sama-sama berjumlah dua.
5. Rb /an/ pada akhir kata kebiasaan dan ciptakan (b13). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang memiliki pola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb4.
3.2.23 Sajak 23 “Sajak untuk Aceh”
orang-orang berlari menghindari terkaman macan biru 1 I
seandainya aku berada di sana, akan kubelah
dengan pedang asap bercabang tiga 3
akan kuhancurkan semburan batu meteor
bercampur tsunami dengan tendangan angin 5
yang membuat pusaran air berputar sangat kusut

tapi sekarang , hanya ada ikan-ikan pindang 7 II
membusuk bergeletakan

hanya sedih menghujani bumi 9 III
dan bulan tujuh daun keabadian
hanya sedih menunggu kebaikan 11
dalam payung seribu satu permohonan

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 50 21% 12% A 76 47% 19%
R 22 9% 5% E 30 19% 7%
G 19 8% 5% U 27 17% 7%
B 18 7% 4% KSN VKL TOTAL FNM
D 16 7% 4% 241 160 401

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /a/ pada akhir kata di sana (b2) dan tiga (b3). Konstruksi ini membentuk rima antara dua larik yang runtun namun membuat pola yang runtun berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Konstruksi ini jadi cukup menonjol sebab minimnya konstruksi bunyi lain pada baitnya.
2. Rb /ang/ pada akhir kata sekarang dan pindang (b7). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang memiliki pola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Intensitasnya didukung oleh kata orang-orang sebagai bunyi awal sajak ini.
3. Rb /k/ pada b8. Konstruksi ini membentuk rima dalam dengan pola agak acak namun bunyi /k/ sama-sama terdapat pada suku kata terakhir setiap kata dalam larik ini. Konstruksi ini jadi cukup menonjol sebab terletak di bait dengan jumlah larik paling sedikit dan ia merupakan larik dengan jumlah kata tersedikit.
4. Rb /hanya sedih me/ pada awal b9 dan b11 yang berpadu dengan Rb /da/ pada awal b10 dan b12. Konstruksi ini membentuk rima awal antar keseluruhan larik dalam baitnya dengan pola teratur {abab}. Bunyi akhir kata pertama b10 dan b12, yakni masing-masingnya konsonan /n/ dan /m/ yang masih berjenis sama, ikut memperkuat konstruksi ini ditambah bunyi akhir kata kedua b10 yakni kata bulan. Intensitasnya jadi melemah oleh sebab ketidaksejajaran dengan konstruksi Rb5.
5. Rb /an/ pada akhir b10-12. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara tiga larik terakhir dari empat larik baitnya. Intensitasnya diperlemah oleh ketidaksejajaran dengan konstruksi pada Rb4. Antara bunyi akhir b10 dan b11 repetisi yang terjadi lebih intensif lagi sebab masing-masing kata terakhir lariknya sama-sama berimbuhan ke-an serta memiliki pola vokal yang sejajar, yakni berupa bunyi: e-a-i-a.
3.2.24 Sajak 24 “Dendam yang Datang”
kedatanganku diiringi bintang hitam 1 I
dendam yang kutahan bagaikan dahan angrek
patah oleh malaikat bersayap merah 3

dia hanya orang yang tidak ingin surga perdamaian II
dia hanya menginginkan badai-badai salju 5
bercampur di dalam jarum-jarum es

selama aku bertahan, aku berusaha 7 III
untuk tidak mengeluarkan guntur
yang berasal dari awan yang memanas 9
oleh kemurkaannya

senyum yang mengerikan 11 IV
telah kututupi
dengan tirai pedang penutup mulut 13

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 41 17% 10% A 76 47% 19%
G 21 9% 5% E 26 16% 7%
R 20 9% 5% I 25 16% 6%
M 18 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
T 17 7% 4% 235 160 395

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /am/ pada akhir kata hitam (b1) dan dendam (b2). Konstruksi ini membentuk rima antar akhir kata yang runtun antara bunyi akhir larik pertama dengan bunyi akhir kata pertama larik ke dua baitnya
2. Rb /ah/ pada akhir kata patah dan merah (b3). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang memiliki pola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Kata patah merupakan kata pertama lariknya sedangkan kata merah merupakan kata terakhir larik, ini menghasilkan konstruksi yang oposisional secara tipografis.
3. Rb /dia hanya/ pada awal b4-5. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik awal dari tiga larik baitnya.
4. Rb /an/ pada akhir kata kutahan, bagaikan, dan dahan (b2). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang runtun dalam lariknya. Posisi runtunan kata-kata ini yang berada di tengah larik membuat konstruksi ini tidak terlalu menonjol. Namun keberadaan bunyi /am/ pada konstruksi Rb1 terasa ikut menunjang intensitas konstruksi ini.
5. Rb /m/ pada b6. Konstruksi ini membentuk rima dalam. Secara keseluruhan polanya cukup acak, keruntunan dan kesejajaran hanya terdapat pada rangkaian kata dalam jarum-jarum. Namun secara kuantitas, konstruksi ini terasa cukup intensif pada lariknya ini.
3.2.25 Sajak 25 “Rumah yang Kita Gambar di Tanah”
hujan ini sepi 1 I
basahnya tengadah memuja langit.
engkau, tak tahu sedang apa kini, 3
tapi kuharap lelap
biar aku yang deras mengingat segalanya 5
juga masa depan rumah yang kita gambar di tanah tadi siang

kuharap engkau tak cemas, 7 II
sebab segala yang kita harap tak pernah sia-sia:
kita selalu mengingatnya 9

hujan semalam III
mengandaskan segala mimpi pada kibaran sepi, 11
tapi kita akan terus mencipta rencana

rumah yang kita gambar di tanah 13 IV
hanyut oleh hujan semalam:
kita akan terus menggambarnya lagi

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 38 15% 9% A 96 55% 22%
G 24 9% 6% I 29 17% 7%
T 23 9% 5% E 28 16% 7%
S 20 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
M 20 8% 5% 256 173 429

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /i/ pada akhir b1 dan b3. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang berpola cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Dengan menganggap baitnya ini terdiri atas dua bagian, berdasarkan tanda baca titik pada akhir b2, dapat dilihat sebuah pola teratur bahwa bunyi /i/ pertama merupakan bunyi akhir larik pertama bagian pertama sedangkan bunyi /i/ ke dua merupakan bunyi akhir larik pertama bagian ke dua. Selain itu, intensitasnya didukung oleh kata ini (b1) yang berposisi sebelum kata sepi, kata yang menjadi bunyi akhir larik pertama bagian pertama di atas, dan kata tapi yang berposisi sebagai kata pertama larik sesudah larik pertama bagian ke dua di atas.
2. Rb /ah/ pada b2. Konstruksi ini membentuk rima dalam. Intensitasnya didukung oleh dominasi bunyi /a/ pada lariknya ini.
3. Rb /ap/ pada akhir kata kuharap dan lelap (b4). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang runtun.
4. Rb /a/ pada akhir b8-9. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik terakhir dari tiga larik baitnya. Intensitas konstruksi ini didukung oleh kata kita (b9) dan kuantitas bunyi /a/ pada b8.
5. Rb /i/ pada akhir kata mimpi dan sepi (b11). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya.
6. Rb /ah/ pada akhir kata rumah dan tanah (b13). Konstruksi ini membentuk rima dalam antara bunyi akhir kata pertama dan terakhir lariknya sehingga membentuk konstruksi berpola oposisional.
3.2.26 Sajak 26 “Jalan Pulang”
di puncak segala luka, 1 I
aku menuai titik simpul:
bahwa belajar itu melihat ke belakang, 3
pada puing-puing masa lalu yang berserakan,
tercecer di antara rongsokan lupa dan ausnya ingatan; 5
pada masa kecil yang begitu mungil

satu, dua, sepuluh, seratus 7 II
adalah hitungan usia kita yang makin rombeng
tersayat luka 9
terhimpit sepi
terpukau gairah yang bergolak 11

luka itu bait-bait doa yang hanya terbaca oleh airmata, III
sepi itu dzikir yang melantunkan serpihan cermin, 13
gairah itu mata pedang yang terhunus;
semakin bergolak, semakin mengibas 15

a, be, ye, zet adalah pendaran cahaya matahari IV
semakin aku membacanya, 17
semakin jelas rupa di wajah

hidupku adalah bentangan samapta langit, 19 V
lembar-lembar halaman kertas.
perjalanan hanyalah menulis, 21
merunut untaian pengalaman
menyambungkan masa lalu dan masa kini 23
menimbang-nimbang hari depan yang tak kunjung terbaca

di sini aku hanya singgah 25 VI
dari masa silam saat pertama datang
menuju masa depan tempat aku pulang; 27
pulang

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 76 15% 9% A 166 49% 20%
T 42 9% 5% E 57 17% 7%
M 41 8% 5% I 56 17% 7%
G 36 7% 4% KSN VKL TOTAL FNM
L 35 7% 4% 491 337 828

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /an/ pada akhir kata b4-5. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik dari enam larik baitnya.
2. Rb /iL/ pada akhir kata kecil dan mungil (b6). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang berpola cukup teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya.
3. Rb /ter/ pada awal b9-11. Konstruksi ini membentuk rima awal antara tiga larik terakhir dari lima larik baitnya.
4. Rb /a/ pada akhir kata luka, do’a, hanya, terbaca, dan mata (b12). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata. Antara kata luka dan mata terbentuk konstruksi yang oposisional sebab yang satu merupakan kata pertama pada lariknya sedang yang satunya lagi merupakan kata terakhir. Intensitas konstruksi ini juga didukung oleh bunyi-bunyi /a/ lain pada lariknya ini. Meski secara keseluruhan Rb /a/ konstruksi ini menjadi acak, dominasinya secara kuantitas membuat konstruksi ini cukup intensif.
5. Rb /i/ pada b13. Konstruksi ini menbentuk rima dalam. Secara keseluruhan konstruksi ini memang tidak terlalu berpola, namun intensitasnya terlihat cukup kuat dari segi kuantitas. Selain itu intensitasnya juga diperkuat oleh kesejajaran bunyi /i/ pada kata sepi, yang merupakan kata pertama dalam barisnya, dengan kata cermin yang merupakan kata terakhir (antar kata ini pun membentuk konstruksi oposisional dalam larik). Bunyi /i/ pada dua kata tersebut sama-sama terdapat pada suku kata ke dua atau terakhir. Konstruksi ini didukung oleh fakta bahwa hanya dua kata di tengah larik saja yang tidak mengandung unsur bunyi /i/.
6. Rb /semakin/ pada b15. Konstruksi ini membentuk rima dalam yang berpola teratur berdasarkan jeda yang dihasilkan pembagian susunan kalimatnya. Larik ini bisa dibagi ke dalam dua frasa yang masing-masingnya sama-sama terdiri atas dua kata dan setiap frasanya diawali adverbia semakin ini. Intensitasnya didukung oleh konstruksi pada Rb7.
7. Rb /semakin/ pada awal b17-18. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik terakhir dari tiga larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh konstruksi pada Rb7.
8. Rb /me/ pada awal b22-24. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara tiga larik terakhir dari enam larik baitnya. Intensitasnya terasa berkurang sebab perbedaan konstruksi morfemis ketiga kata tempat terdapatnya bunyi tersebut. Pola yang dibentuk oleh konstruksi ini pada baitnya, berupa tiga larik terakhir dari enam larik baitnya, tidak didukung oleh jeda yang dihasilkan pembagian berdasarkan susunan kalimatnya.
9. Rb /ang/ pada akhir kata b26-28. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara tiga larik terakhir dari empat larik baitnya. Intensitasnya juga didukung oleh posisi kata pulang (b28) yang merupakan kata terakhir sajak ini sekaligus kata satu-satunya dalam lariknya serta keruntunan yang dihasilkannya dengan kata terakhir baris sebelumnya yang berupa kata yang sama juga fakta bahwa antara keduanya dihubungkan dengan sebuah tanda baca.
3.2.27 Sajak 27 “Kabar Kematian”
aku mendengar kabar dari cuaca: 1 I
kemarau telah meranggaskan usiamu ke batas kubur

aku di sini turut berduka 3 II
air mata mengguyur penuh pilu,
doa-doa kuhamburkan ke aras langit, 5
tahlil-ku mengusung arwahmu ke pembaringan sepi

lihatlah, Mak! 7 III
adik menangis setengah mati
matahari kemarau memisahkannya dengan segala kehangatan 9
ibu
hujan yang tak kunjung mencair dianggapnya ingkar janji 11
Mak, aku belum menjadi yang kau ingin
masa depan masih menyisakan risau dan sunyi 13
sebab sekolah hanya mengajarkan bermimpi
tanpa menyediakan fasilitas tidur yang memadai 15

lihatlah, Mak! IV
adik meronta tak mau ditinggal pergi 17
kematian baginya adalah perpisahan:
menakutkan, mengerikan, 19
karenanya harus dihindari,
kalau perlu, sembunyi! 21

kini aku harus percaya, V
kematian adalah hidup itu sendiri, 23
ajal adalah kebahagiaan yang terbagi
datang hari ini atau nanti, sama saja 25

Mak, kini aku mengerti: VI
maut hanya menuntut kerelaan 27

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
N 75 16% 9% A 156 47% 20%
K 45 10% 6% I 65 20% 8%
M 43 9% 5% E 54 16% 54%
R 37 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
G 33 7% 4% 459 333 792

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /ar/ pada akhir kata mendengar dan kabar (b1). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar akhir kata yang runtun. Intensitasnya didukung oleh bunyi /r/ pada b2.
2. Rb /aku/ pada awal b1 dan b3 yang berpadu dengan Rb /a/ pada akhir b1 dan b3. Konstruksi ini membentuk paduan rima awal dan akhir yang runtun antara larik pertama BI dan larik pertama BII.
3. Rb /lihatlah mak/ pada b7 dan b16 yang berpadu dengan Rb /adik me/ pada awal b8 dan b17. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara BIII dan BIV. Konstruksi ini cukup intensif sebab kata lihatlah mak (b7 dan b16) merupakan bunyi larik pertama masing-masing baitnya dan bunyi keseluruhan masing-masing lariknya serta ditonjolkan oleh penggunan tanda baca dan bunyi /adik me/ merupakan bunyi awal larik kedua masing-masing baitnya.
4. Rb /me/ pada awal setiap kata b19 yang berpadu dengan Rb /kan/ pada akhir setiap kata b19. Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam antar akhir dan awal kata yang runtun. Konstruksi ini jadi cukup menonjol sebab memang hanya dua kata berbunyi akhir /kan/ lah yang terdapat pada lariknya ini. Selain itu juga didukung oleh bentuk morfologis serta jumlah suku kata ke dua kata tersebut yang sama.
5. Rb /i/ pada akhir b20-21. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik terakhir dari enam larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh terdapat bunyi akhir larik /i/ pada b17 serta konstruksi Rb6.
6. Rb /a/ pada akhir b22 dan b25 yang berpadu dengan Rb /i/ pada akhir b23 dan b24. Konstruksi ini membentuk paduan rima akhir yang berpola teratur {abba} antar keseluruhan larik dalam baitnya. Intensitas bunyi /i/ didukung oleh konstruksi Rb5 dan bunyi /a/ didukung oleh konstruksi Rb7.
7. Rb /adalah/ pada tengah b23-24. Konstruksi ini membentuk rima tengah yang runtun antara dua larik di tengah baitnya yang terdiri atas empat larik.
3.2.28 Sajak 28 “waktu”
klik...klok...klik...klok 1 I
karat sudah memperawani logam
berbicara, tertawa, menangis 3
bersama sahabatnya,
waktu... 5
melagu
lalu tersipu 7
waktu...
menggerutu 9
akhirnya tertipu
waktu... 11
tersadar
saling mengejar 13

gerigi jam tua berpacu II
mulai tergopoh-gopoh 15
klik tak terdengar klok tak mendengar klik
klok tak terdengar klik tak mendengar klok 17
klik mendengar klok akhirnya berujar klik
detik jatuh tersungkur 19
mati sia-sia

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
K 38 19% 12% A 47 36% 15%
R 28 14% 9% E 30 24% 9%
T 24 12% 7% I 21 17% 7%
L 19 10% 6% KSN VKL TOTAL FNM
M 14 7% 4% 196 127 323

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /klik/ yang berpadu dengan Rb /klok/ pada b1. Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam yang berpola teratur. Pada lariknya ini memang hanya terdapat bunyi-bunyi tersebut yang masing-masingnya berulang sekali dengan masing-masing berseling sekali pula. Hal ini membuat konstruksi ini cukup berpola. Kemudian intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb4.
2. Rb /u/ pada akhir b6 dan b7 yang berpadu dengan Rb /ar/ pada akhir b12 dan 13. Masing-masing konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara dua larik dalam baitnya. Tipografi bait ini, yang membagi bait ini menjadi dua bagian, membuat paduan antara konstruksi di atas membentuk paduan rima akhir yang sejajar antara bunyi akhir bagian pertama dan bunyi akhir bagian ke dua. Sayangnya intensitas konstruksi ini tidak didukung oleh kesejajaran pula antara bunyi akhir b8-b11 (termasuk dalam konstruksi pada Rb3) dengan b1-b5.
3. Rb /u/ pada akhir b5-b11. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun antara tujuh larik dari 13 larik dalam baitnya. Tiga dari tujuh larik ini berupa Rb utuh satu larik yang masing-masing berupa satu kata yakni waktu. Kata waktu pada b5 dan b11 membentuk kesejajaran dengan pola pada konstruksi Rb2.
4. Rb /klik/, /klok/, /tak/, /terdengar/, dan /mendengar/ pada b16 sampai b18. Konstruksi ini membentuk paduan rima dalam dan paduan rima antar larik yang agak acak secara keseluruhan. Secara keseluruhan konstruksi bunyinya acak meski ketiga baris tempat terdapatnya setiap bunyi tersebut runtun. Antara b16 dan b17 terdapat pola yang sejajar pada kata tak terdengar dan tak mendengar yang membentuk rima antar tengah larik dalam bait yang runtun. Variasi terjadi pada penempatan bunyi /klik/ dan /klok/. Bunyi /klik/ pada b16 merupakan kata pertama dan terakhir dalam barisnya serta berposisi di tengah-tengah pada b17 sedangkan kata /klok/ pada b16 terdapat di tengah-tengah baris namun pada b17 merupakan kata pertama dan terakhir dalam barisnya. Memang menghasilkan sebuah pola, namun menciptakan ketidak selarasan dalam hubungan konstruksi dengan konstruksi kata tak terdengar dan tak mendengar sebelum ini. Konstruksinya lebih acak lagi dalam hubungan dengan b18. Namun antara Rb /klik/ dan /klok/ pada b18 ini sejajar dengan b16.
3.2.29 Sajak 29 “R”
melodi indah tersirat dalam alunan gitar 1 I
riuh decak kagum mulai terdengar
rintihku suarakan hati yang berujar 3
sendu lirik trubadur pun meranggas pudar
kala sang putri pujaan tak binar 5

ronta ragaku terpenjara kebebasan alam liar II
pikiran perasaan bersatu dalam egoisme membakar 7
hanyalah sapaan bisu dari bibir melebar
buat jiwa redup kembali bersinar 9
antara kepalsuan membeku dan ketulusan samar

KSN * KSN * FNM VKL * VKL * FNM
R 34 18% 10% A 67 47% 20%
N 20 11% 6% E 26 18% 8%
B 15 8% 5% I 23 16% 7%
T 15 8% 5% KSN VKL TOTAL FNM
K 15 8% 5% 188 143 331

Beberapa konstruksi Rb yang terlihat cukup menonjol:
1. Rb /ar/ pada akhir setiap larik setiap bait sajak ini. Konstruksi ini membentuk rima akhir yang runtun pada keseluruhan larik dan bait sajak ini tanpa selingan satu pun bunyi akhir lain. Intensitas konstruksi ini ditunjang pula oleh kesamaan jumlah larik BI dan BII. Keseluruhan bunyi akhir larik sajak ini berpola {aaaaa aaaaa}.
2. Rb /r/ pada awal b2 dan b3. Konstruksi ini membentuk rima awal yang runtun antara dua larik dari lima larik baitnya. Intensitasnya didukung oleh konstruksi Rb1.
3. Rb /k/ pada akhir kata decak dan awal kata kagum (b2). Konstruksi ini membentuk rima dalam antara bunyi akhir dan awal dua kata yang runtun. Intensitasnya didukung oleh bunyi /k/ pada kata rintihku suarakan yang terdapat pada larik sesudahnya.
4. Rb /r/ pada awal kata ronta dan ragaku (b6). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar awal kata yang runtun pada dua kata pertama lariknya. Konstruksi ini membentuk pola yang sejajar dengan konstruksi Rb5. Intensitasnya didukung oleh konstruksi pada Rb1.
5. Rb /an/ pada akhir kata pikiran dan perasaan (b7). Konstruksi ini membentuk rima dalam antar awal kata yang runtun pada dua kata pertama lariknya. Konstruksi ini membentuk pola yang sejajar dengan konstruksi Rb4.
6. Rb /an/ pada akhir kata perasaan (b7) dan sapaan (b8) yang berpadu dengan Rb /u/ pada akhirkata bersatu (b7) dan bisu (b8). Konstruksi ini membentuk paduan rima tengah antar akhir kata antara dua larik yang runtun dari lima larik baitnya yang berpola cukup teratur berdasarkan posisi rangkaian kata masing-masingnya.
3.3 Aspek Bunyi Keseluruhan Sajak
3.3.1 Statistik Jumlah Keseluruhan Dari Setiap Fonem
Berdasarkan penghitungan terhadap seluruh fonem yang terdapat pada ke-29 sajak ini, didapatkan hasil bahwa jumlah keseluruhan fonem dalam sajak ini adalah 14.524 buah. Jumlah ini terdiri atas 8.462 buah bunyi konsonan (58%), yang terbagi ke dalam 25 fonem, dan 6.062 buah bunyi vokal (42%) yang terbagi ke dalam tujuh fonem. Dari keseluruhan konsonan, bunyi sengau /n/ menempati jumlah terbanyak, yakni 1.293 buah, dengan persentase 15%. Sementara dalam kelompok bunyi-bunyi vokal, bunyi /a/ merupakan vokal terbanyak, yakni 2.869 buah, dengan persentase 47%. Kemudian, dari keseluruhan fonem, vokal /a/ merupakan bunyi terbanyak dengan persentase 20% diikuti bunyi sengau /n/ di tempat ke dua dengan persentase sembilan persen.
Tujuh besar fonem terbanyak beserta persentasenya masing-masing berturut-turut adalah bunyi /a/ (20%), /n/ (9%), /e/ (7) /i/ (7%), /u/ (6%), /k/ (5%), dan /m/ (5%). Lima besar konsonan terbanyak beserta persentasenya masing-masing berturut-turut adalah bunyi /n/ (15%), /k/ (9%), /m/ (8%), /t/ (8%), dan /r/ (8%). Tiga besar vokal terbanyak beserta persentasenya masing-masing berturut-turut adalah bunyi /a/ (47%), /e/ (18%), dan /i/ (17%). Ke-25 fonem konsonan yang terdapat pada ke-29 sajak ini secara berurutan, dari persentase paling besar ke yang kecil, adalah /n/, /k/, /m/, /t/, /r/, /g/, /s/, /d/, /L/, /ng/, /b/, /p/, /h/, /y/, /j/, /ny/, /c/, /w/, /f/, /z/, /sy/, /dz/, /gh/, /kh/, dan /ts/. Ketujuh fonem vokal yang terdapat pada ke-29 sajak ini secara berurutan dari persentase paling besar adalah /a/, /e/, /i/, /u/, /o/, /au/, dan /ai/. Dan keseluruhan fonem pada ke-29 sajak ini secara berurutan adalah /a/, /n/, /e/, /i/, /u/, /k/, /m/, /t/, /r/, /g/, /s/, /d/, /L/, /ng/, /b/, /p/, /h/, /y/, /j/, /ny/, /o/, /c/, /au/, /w/, /ai/, /f/, /z/, /sy/, /dz/, /gh/, /kh/, dan /ts/. Seluruhnya berjumlah 32 buah. Data lebih lengkap mengenai statistik jumlah kuantitatif fonem dalam 29 sajak ini silakan lihat pada halaman lampiran.
3.3.2 Penghitungan Kasar Terhadap Bunyi-Bunyi Dalam Konstruksi Rb
Dari ke-29 sajak ini, didapat 189 poin konstruksi Rb yang dinilai cukup menonjol. Sebagian ada yang cuma berupa konstruksi repetisi dari satu buah bunyi, baik berupa fonem vokal maupun konsonan, sebagian lain terdiri atas lebih dari satu fonem dengan macam-macam variasi fonem berpadu. Fonem yang berepetisi lebih dari satu ini ada yang jumlahnya cukup pendek, ada juga yang berupa hingga perulangan utuh sebuah bait. Untuk penghitungan kasar ini, dengan segala keterbatasan tujuan penelitian dan segala kekurangan hasilnya, penghitungan dilakukan kepada setiap satuan fonem yang tergabung dalam setiap konstruksi (keterangan lebih lengkap tentang metode penghitungan dapat dilihat pada halaman lampiran). Yang terpenting dari hasil pemeringkatan yang disebut kasar ini adalah, untuk sementara (sesuai dengan perkembangan metode penghitungan yang baru ada saat ini tentang materi ini) bisa didapatkan gambaran umum tentang perbandingan intensitas antar masing-masing fonem atau bunyi tersebut.
Hasil yang didapat dari penghitungan ini ternyata masih menempatkan vokal /a/ sebagai bunyi yang dominan dengan persentase lebih tinggi lagi dibanding penghitungan berdasarkan statisitik kuantitasnya yakni sebesar 29%. Di peringkat ke dua muncul konsonan /k/ dengan persentase tujuh persen yang berdasarkan statistik jumlah kuantitatifnya hanya berada di peringkat enam dengan persentase lima persen. Di peringkat ke tiga baru muncul /n/, yang sebelumnya berdasarkan statistik jumlah kuantitatifnya berada di peringkat ke dua, dengan persentase kali ini turun dua persen menjadi tujuh persen, berkebalikan dengan fonem /k/ di atas.
Secara berturut-turut berdasarkan persentasenya, fonem-fonem berikutnya adalah bunyi /i/ (7%), /u/ (7%), /e/ (6%), /m/ (5%), /L/ (4%), /r/ (4%), /t/ (4%), /d/ (3%), /h/ (3%), /s/ (3%), /ng/ (3%), /b/ (2%), dan /p/, /g/, /ny/, /o/, /ai/, /j/, /y/, /au/, dan /w/, masing-masingnya sebesar satu persen. Bandingkan dengan pemeringkatan berdasarkan statistik jumlah kuantitatif keseluruhan fonem. Sebagian kecil ada yang bergeser cukup signifikan (misalnya yang sudah disebutkan di atas, bunyi /k/ bergeser dari peringkat ke enam dengan persentase lima persen pada statistik kuantitatif keseluruhan menjadi peringkat ke dua dengan persentase tujuh persen pada pemeringkatan berdasarkan konstruksi Rb), namun sebagian besar kurang lebih masih dengan peringkat yang tidak jauh bergeser.
Perbandingan berdasarkan pemeringkatan masih cukup bisa diterima dan memang penting untuk mengetahui letak intensitas sebuah bunyi, apakah dari segi kuantitas atau dari segi eksistensinya dalam sebuah konstruksi Rb atau keduanya. Sedangkan pembandingan berdasarkan persentase, antara keduanya, kurang bisa dilakukan langsung karena masing-masing kategori pemeringkatan memang berada dalam sistem yang berbeda. Perbandingan antara ke dua kategori pemeringkatan ini berdasarkan persentase hanya ada pada tingkat yang sangat umum seperti terlihat pada proses penggabungan yang akan dilakukan nantinya dalam pembicaraan tentang nuansa bunyi yang dominan secara keseluruhan.
Selanjutnya ada delapan fonem lagi, yang terdapat dalam salah satu dari ke-29 sajak ini, yang tidak terdapat satu pun dalam konstruksi Rb yang dianggap cukup menonjol di atas. Bunyi-bunyi tersebut adalah /c/, /dz/, /f/, /gh/, /kh/, /sy/, /ts/, dan /z/. Berarti hanya ada 24 fonem yang terdapat dalam salah satu atau beberapa konstruksi Rb yang dianggap cukup menonjol dengan fonem vokal termasuk semua. Data lebih lengkap mengenai penghitungan kasar terhadap bunyi-bunyi dalam konstruksi Rb ini silakan lihat pada halaman lampiran.
3.3.3 Sinkronisasi Dengan Teori Nuansa Bunyi Yang Telah Ada
Berikut ini, data peringkat fonem (baik secara statistik jumlah kuantitatif maupun dari segi konstruksi Rb di atas) akan disejajarkan dengan berbagai teori bunyi yang telah ada tentang nuansa setiap satuan bunyi atau fonem dari berbagai ahli yang bisa dikumpulkan. Tentu saja tidak ada kepastian tentang nuansa mana yang berlaku pada setiap bunyi sebab berbagai macam teori dari berbagai ahli tersebut akan dirangkum menjadi satu begitu saja. Bisa jadi hanya salah satu saja dari bermacam kemungkinan nuansa yang telah ada diteorikan tersebut berlaku, bisa jadi pula nuansa dari suatu fonem itu meliputi berbagai teori sebab bermacam-macam teori tersebut pada umumnya juga tidak terlalu jauh berbeda. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa teori yang telah ada tersebut tidak berlaku sama sekali sebab memang tidak ada kepastian teoritis yang baku tentang nuansa bunyi ini.
Hal yang penting dari hasil sinkronisasi ini adalah bukan ketepatan penggambaran nuansa bunyi pada ke-29 sajak ini, melainkan sejauh mana teori-teori bunyi yang telah ada, yang berdasarkan sekian kajian dan penelitian sebelumnya, bisa diandaikan untuk sementara menjadi pegangan bagi penetapan nuansa bunyi pada ke-29 sajak ini. Untuk tetap mengembalikan efek bunyi setiap fonem-fonem yang dianggap dominan dalam ke-29 sajak ini kembali pada konteksnya tersendiri, akan dipaparkan pada bagian berikutnya yang membahas tentang bunyi-bunyi efoni dan kakofoni. Yang jelas, hasil generalisasi berdasarkan teori-teori yang sudah ada untuk sementara bisa dianggap layak menjadi pegangan guna mengidentifikasi aspek bunyi ke-29 sajak ini yang sebelum ini telah dilakukan penghitungan jumlah dan analisis konstruksi Rb keseluruhan fonem-fonemnya.
Terakhir, sebagai catatan, ada sembilan fonem yang terdapat pada ke-29 sajak ini yang belum didapatkan teori nuansa bunyi tentangnya. Bunyi-bunyi tersebut adalah /h/, /y/, /ny/, /c/, /au/, /ai/, /dz/, /gh/, dan /ts/. Oleh sebab itu, nuansa bunyi pada ke sembilan bunyi tersebut akan dikosongkan meski bunyi-bunyi tersebut tetap akan dimasukkan ke dalam daftar peringkat yang disusun. Berarti, dengan bersandarkan pada teori nuansa bunyi yang telah ada, untuk bunyi-bunyi tersebut belum bisa diterangkan nuansanya. Bagaimanapun, untuk bunyi-bunyi tersebut setidaknya diketahui terlebih dahulu intensitasnya dibanding bunyi-bunyi lain. Hasil pemeringkatan menunjukkan bahwa bunyi-bunyi tersebut memang termasuk golongan bunyi-bunyi yang tidak terlalu dominan sehingga wajar kiranya sulit untuk mendapat teori tentang nuansa bunyi-bunyi tersebut. Juga wajar kiranya ketidakadaan penjelasan tentang nuansa dari bunyi-bunyi tersebut dalam daftar peringkat berikut ini bisa agak diabaikan.
Berdasarkan persentase yang dihasilkan pemeringkatan jumlah kuantitatif keseluruhan fonemnya secara berturut-turut, mulai dari yang paling dominan, nuansa bunyi yang dihasilkan adalah:
Fon % Kemungkinan nuansa bunyi
A 20 rendah, berat, besar
n 9 dengung, musik, nyanyian, sinis
E 7 tinggi, kesil, ringan, tajam, riang, halus, tenang, tipis, cepat, jelas, terang
I 7 tinggi, kesil, ringan, tajam, riang, halus, tenang, tipis, cepat, jelas, terang
U 6 rendah, berat, besar, lamban, gelap, kabur, kaku
k 5 ringan, parau, tidak merdu, keras, tidak seragam, konflik, kebencian
m 5 dengung, musik, nyanyian, sinis
t 5 ringan, parau, tidak merdu, seperti /k/ (keras, tak seragam, konflik, kebencian) namun tanpa empati, melukiskan gerakan yang pendek
r 5 gerakan, suara
g 4 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, keras, tidak seragam, konflik, kebencian
s 4 ringan, parau, tidak merdu, mengejek, lembut, lancar, menyejukkan
d 3 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, seperti /k/ (keras, tak seragam, konflik, kebencian) namun tanpa empati, melukiskan gerakan yang pendek, keras lunaknya suatu gerakan
L 3 aliran, lambaian, gairah, damai, mewah
ng 3 dengung, musik, nyanyian, sinis
b 3 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, sugesti kecepatan dan gerak, kesan remeh dan cemoohan
p 3 ringan, parau, tidak merdu, sugesti kecepatan dan gerak, kesan remeh dan cemoohan
h 2 …..
y 2 …..
j 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah
ny 1 …..
O 1 rendah, berat, besar, lamban, gelap, kabur, kaku
c 1 …..
AU 1 …..
w 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, keadaan angin, sayap burung, gerak di udara
AI 1 …..
f 1 ringan, parau, tidak merdu, keadaan angin, sayap burung, gerak di udara
z 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, kekerasan
sy 1 mengejek, lembut, lancar, menyejukkan
dz 1 …..
gh 1 …..
kh 1 keras, tidak seragam, konflik, kebencian
ts 1 …..

Berdasarkan persentase yang dihasilkan pemeringkatan bunyi-bunyi dalam konstruksi Rb secara berturut-turut, mulai dari yang paling dominan, nuansa bunyi yang dihasilkan adalah:
Fon % Kemungkinan efek bunyi
A 29 rendah, berat, besar
k 7 ringan, parau, tidak merdu, keras, tidak seragam, konflik, kebencian
n 7 dengung, musik, nyanyian, sinis
I 7 tinggi, kesil, ringan, tajam, riang, halus, tenang, tipis, cepat, jelas, terang
U 7 rendah, berat, besar, lamban, gelap, kabur, kaku
E 6 tinggi, kesil, ringan, tajam, riang, halus, tenang, tipis, cepat, jelas, terang
m 5 dengung, musik, nyanyian, sinis
L 4 aliran, lambaian, gairah, damai, mewah
r 4 gerakan, suara
t 4 ringan, parau, tidak merdu, seperti /k/ (keras, tak seragam, konflik, kebencian) namun tanpa empati, melukiskan gerakan yang pendek
d 3 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, seperti /k/ (keras, tak seragam, konflik, kebencian) namun tanpa empati, melukiskan gerakan yang pendek, keras lunaknya suatu gerakan
h 3 …..
s 3 ringan, parau, tidak merdu, mengejek, lembut, lancar, menyejukkan
ng 3 dengung, musik, nyanyian, sinis
b 2 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, sugesti kecepatan dan gerak, kesan remeh dan cemoohan
p 1 ringan, parau, tidak merdu, sugesti kecepatan dan gerak, kesan remeh dan cemoohan
g 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, keras, tidak seragam, konflik, kebencian
ny 1 …..
O 1 rendah, berat, besar, lamban, gelap, kabur, kaku
AI 1 …..
j 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah
y 1 …..
AU 1 …..
w 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, keadaan angin, sayap burung, gerak di udara

Selanjutnya, antara statistik jumlah kuantitatif keseluruhan fonem dengan penghitungan kasar terhadap bunyi-bunyi dalam konstruksi Rb akan dilakukan penggabungan sehingga bisa disimpulkan peringkat bunyi-bunyi yang dominan baik dari segi kuantitas keseluruhannya maupun dari segi kualitas kehadirannya dalam konstruksi Rb. Metode penghitungan yang dilakukan untuk penggabungan ini dapat dilihat pada halaman lampiran.
Berikut pemeringkatan efek bunyi yang dihasilkan dari penggabungan antara peringkat berdasarkan statistik jumlah keseluruhan fonem dengan peringkat berdasarkan penghitungan kasar terhadap bunyi-bunyi dalam konstruksi Rb tersebut:
Fon % Kemungkinan efek bunyi
A 24,5 rendah, berat, besar
n 8 dengung, musik, nyanyian, sinis
I 7 tinggi, kesil, ringan, tajam, riang, halus, tenang, tipis, cepat, jelas, terang
E 6,5 tinggi, kesil, ringan, tajam, riang, halus, tenang, tipis, cepat, jelas, terang
U 6,5 rendah, berat, besar, lamban, gelap, kabur, kaku
k 6 ringan, parau, tidak merdu, keras, tidak seragam, konflik, kebencian
m 5 dengung, musik, nyanyian, sinis
r 4,5 gerakan, suara
t 4,5 ringan, parau, tidak merdu, seperti /k/ (keras, tak seragam, konflik, kebencian) namun tanpa empati, melukiskan gerakan yang pendek
L 3,5 aliran, lambaian, gairah, damai, mewah
s 3,5 ringan, parau, tidak merdu, mengejek, lembut, lancar, menyejukkan
d 3 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, seperti /k/ (keras, tak seragam, konflik, kebencian) namun tanpa empati, melukiskan gerakan yang pendek, keras lunaknya suatu gerakan
ng 3 dengung, musik, nyanyian, sinis
b 2,5 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, sugesti kecepatan dan gerak, kesan remeh dan cemoohan
g 2,5 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, keras, tidak seragam, konflik, kebencian
h 2,5 …..
p 2 ringan, parau, tidak merdu, sugesti kecepatan dan gerak, kesan remeh dan cemoohan
y 1,5 …..
AI 1 …..
AU 1 …..
j 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah
ny 1 …..
O 1 rendah, berat, besar, lamban, gelap, kabur, kaku
w 1 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, keadaan angin, sayap burung, gerak di udara
c 0,5 …..
dz 0,5 …..
f 0,5 ringan, parau, tidak merdu, keadaan angin, sayap burung, gerak di udara
gh 0,5 …..
kh 0,5 keras, tidak seragam, konflik, kebencian
sy 0,5 mengejek, lembut, lancar, menyejukkan
ts 0,5 …..
z 0,5 berat, parau, tdk merdu, gaduh, susah, kekerasan

Demikianlah, hasil penghitungan keseluruhan ini (dengan segala kekurangannya yang masih ada) menghasilkan vokal /a/ sebagai bunyi yang paling dominan dengan persentase sekitar 24,5%. Berdasarkan teori-teori tentang nuansa bunyi yang telah ada, bunyi /a/ ini berpotensi untuk menghasilkan nuansa rendah, berat, dan besar. Di peringkat ke dua ada bunyi konsonan /n/ dengan persentase sekitar 8% dan di tempat ke tiga ada bunyi /i/ dengan persentase sekitar 7%. Berdasarkan teori-teori tentang nuansa bunyi yang telah ada, konsonan /n/ berpotensi menghasilkan nuansa sinis, dengung, musik dan nyanyian sedangkan vokal /i/ berpotensi menghasilkan nunasa yang tinggi, kesil, ringan, tajam, riang, halus, tenang, tipis, cepat, jelas, serta terang.
3.3.4 Efoni dan Kakofoni
Tak pelak lagi, hasil sinkronisasi dengan teori-teori yang sudah ada yang dilakukan di atas akan terasa kurang memuaskan karena data yang dianalisis dilepaskan dari konteksnya dan semata dinilai berdasarkan teori yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan sumber-sumber kajian yang berbeda. Bagaimanapun, hasil kajian-kajian sebelumnya tersebut telah dikukuhkan menjadi sebuah teori, meski dengan catatan bahwa tidak ada kepastian tentang berlakunya teori tersebut dan mengembalikan hasil analisis kembali pada konteks masing-masing objek penelitian. Statusnya sebagai sebuah teori inilah yang bisa cukup menjadi alasan kuat untuk mempergunakannya sebagai alat generalisasi terhadap data yang dihasilkan objek penelitian kali ini.
Pengaitan dengan konteks objek penelitian tersendiri akan dilakukan pada bagian ini. Tentunya teori-teori yang sudah ada tadi tetap kembali berguna untuk menjadi alat pemandu analisis dan proses identifikasi. Hanya kali ini hasil analisis akan memiliki kelebihan karena simpulan yang diambil tentang nuansa sebuah bunyi selain berlandaskan teori yang telah ada juga diuji berdasarkan konteks objek analisis itu sendiri. Kemudian secara dialektik hasil analisis ini akan turut serta membangun penyempurnaan-penyempurnaan baru terhadap teori yang sudah ada.
Sebagaimana ditetapkan dalam pembatasan masalah dan objek analisis, data yang terdiri dari 29 sajak ini (14.524 fonem) terlalu banyak jika mesti dianalisis (secara kontekstual) sangat detil pada tingkat satuan bunyi masing-masing fonemnya. Untuk bagian pembahasan efek bunyi yang diuji berdasarkan konteks sajak kali ini, diputuskan untuk menggunakan metode sampling dengan hanya mengambil beberapa contoh konstruksi bunyi yang dianggap cukup menonjol dan bisa dianggap mendominasi wajah keseluruhan aspek bunyi pada ke-29 sajak ini. Selain itu, sesuai tujuan penelitian, bagian ini hanyalah tujuan tambahan untuk melengkapi kekurangan yang masih ada dari hasil analisis untuk tujuan utama sekaligus mengukuhkan hal-hal yang tidak bisa digarap dengan metode analisis untuk tujuan pertama, yakni kaitan nuansa bunyi dengan konteks objek analisisnya tersendiri.
3.3.4.1 Efoni
Bunyi-bunyi efoni paling menonjol dihadirkan oleh Sajak 2. Dengan rima akhir antar larik yang berpola rapi menggunakan paduan bunyi /a/ dan /u/ pada keseluruhan lariknya, serta sajaknya yang tergolong berukuran pendek atau berdurasi singkat (hanya terdiri atas satu bait yang terdiri atas enam larik), intensitas bunyi-bunyi efoni dalam sajak ini terasa sangat kuat. Konstruksi ini membentuk rima {abbabb}.
Keteraturan yang dihadirkan pola bunyi-bunyi akhir larik sajak ini kemudian juga didukung oleh kerapian susunan kalimat seluruh kata-kata yang terbagi ke dalam larik-lariknya. Larik satu dan tiga sajak ini sama-sama berfungsi sebagai keterangan tempat bagi kata-kata selanjutnya pada dua larik berikut masing-masingnya. Pola ini sejajar dengan konstruksi rima akhir bunyi /a/ dan /u/ yang telah disebutkan tadi.
Pola ini nyaris sempurna seandainya larik dua dan empat berbentuk yang sama: terdiri atas subjek kalimat bagi masing-masing bagiannya atau larik empat seperti larik dua, terdiri atas subjek kalimat tambah satu kata dari bagian yang berfungsi sebagai predikat. Tidak diketahui mengapa penulis sajak ini tidak mengikuti pembagian tersebut. Dengan pembagian seperti ini pun kesejajaran dengan pola bunyi rima akhir /a/ dan /u/ tadi juga tetap ada dan malah menjadikan paduan kedua konstruksi ini lebih rapi sehingga lebih menguatkan lagi intensitas bunyi-bunyi efoninya. Bisa jadi ini kemungkinan sekedar kealpaan sang penulis sajak semata atau bisa jadi pula hal ini disengaja dengan maksud-maksud tertentu seperti guna menonjolkan kata terakhir pada larik tempat terjadinya enjabemen yang dianggap mengurangi keselarasan paduan konstruksi di atas tadi.
Meski terkesan ada kekurangan sebagaimana diungkapkan di atas, terdapatnya asonansi bunyi /a/ pada larik satu dan tiga (yang kembali sejajar dengan pola konstruksi di atas) kembali menguatkan intensitas bunyi-bunyi efoni pada sajak ini. Hal ini kemudian diperkuat pula oleh intensitas bunyi /u/ pada larik dua, tiga, lima dan enam sehingga terjadi pula kesejajaran dengan konstruksi di atas.
Bunyi /a/ sendiri pada sajak tersebut berkesan menghadirkan suasana yang ceria, bahagia, dan penuh kedamaian. Hal ini didukung oleh tema keindahan alam yang terdapat pada sajak ini serta pilihan kata-kata yang digunakan dalam sajak ini yang juga sesuai dengan tema tersebut. Bunyi /u/ pada sajak ini lebih terkesan menghadirkan suasana yang haru namun dengan nuansa kebahagiaan karena rasa kagum pada keindahan alam tersebut. Intensitas konsonan /b/ pada sajak ini juga mendukung suasana ini. Paduan /b/ dan /a/ menyugestikan situasi yang “rendah” dengan nuansa yang “ringan”. Nuansa ini dapat dianggap menyokong bagi suasana bahagia, ceria, dan damai yang dihadirkan tadi sehingga mendukung atmosfer bagi bunyi-bunyi efoni pada sajak ini. Kemudian, terdapatnya bunyi /L/ pada kata bianglala (b1) juga menghadirkan suasana yang lembut dan mendukung atmosfer yang efoni ini.
Bait tiga Sajak 22 juga bisa dianggap cukup kuat menghadirkan konstruksi bunyi efoni. Hal ini utamanya dihadirkan oleh konstruksi rima akhir {abab} yang dibentuk melalui bunyi /a/ dan /u/. Repetisi yang terjadi antara larik satu dan tiga bait ini sendiri berupa satu kata, yakni nyata. Sementara, antara larik dua dan empat repetisi yang terjadi adalah berupa pronomina –mu.
Konstruksi ini lebih diperkuat lagi oleh kesejajaran dengan pola bunyi awal lariknya yang membetuk rima awal dengan pola yang sama meski dengan konstruksi bunyi yang berbeda. Intensitas bunyi yang berepetisi di awal larik ini (dalam hal jumlah satuan bunyi yang berepetisi) malah lebih kuat lagi dibanding repetisi bunyi pada akhir larik tadi. Terdapatnya bunyi /a/ pada setiap akhir kata yang membentuk rima di awal larik ini juga menguatkan intensitas kerapihan pola bunyi-bunyi pada bait ini. Kemudian, kesejajaran pola kalimat setiap larik dengan konstruksi-konstruksi sebelumnya juga semakin menguatkan intensitas bunyi-bunyi efoni pada bait ini.
Bunyi /a/ pada bait ini cenderung menghadirkan nuansa “ketegaran menghadapi kenyataan” dari aku lirik, sesuai dengan konteks isi saja sendiri yang berkisah tentang doa-doa yang menjadi nyata. Suasana ini kemudian diperhalus oleh intensitas yang dibangun bunyi /u/, yang cenderung menghadirkan nuansa keharuan. Atmosfer ini lebih diperkuat lagi oleh nada lembut dari bunyi konsonan sengau /m/ yang merangkai bunyi /u/ di atas. Bunyi /i/ yang terdapat pada kata depan di (b9 dan b11) yang juga membentuk pola sejajar dengan konstruksi di atas tadi juga ikut menghadirkan suasana yang halus. Begitu juga bunyi /d/ yang menghadirkan suasana yang ringan. Paduan bunyi-bunyi ini pun, serta keteraturan pola yang dimiliki paduan konstruksinya menciptakan suasana yang merdu dan ritmis. Terdapatnya bunyi /k/ pada kata pertama larik satu dan tiga bait ini jadi tidak terlalu menonjol disebabkan intensitas yang dibangun oleh bunyi-bunyi di atas, selain bunyi /k/ sendiri terasa agak bernuansa ringan.
Anafora tiada senja yang dibangun oleh tiga larik terakhir bait dua Sajak 1 juga terasa menghadirkan pola yang rimis dengan cukup intensif. Apalagi antara larik empat dan lima repetisi yang terjadi lebih panjang lagi, yakni berupa tiada senja yang selalu. Paduan rapi yang dibentuk oleh bunyi-bunyi vokalnya (i-a-a—e-a), serta ditambah (a-e—a-u) pada konstruksi larik empat dan lima, bisa dipandang menciptakan bunyi-bunyi yang efoni. Suasana haru yang menyelimuti isi larik-larik sajak ini bisa dianggap masih sesuai dengan nuansa merdu dan harmonis bagi bunyi-bunyi efoni.
Bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh repetisi kata pertama awal bait demikian pada Sajak 4 juga berkesan menghadirkan bunyi-bunyi efoni. Utamanya hal ini dibangun oleh paduan bunyi konsonan sengau /n/ dengan vokal /a/ yang menjadi bunyi akhir katanya. Suasana yang melankolis dihadirkan oleh bunyi-bunyi ini. Keharmonisan kemudian dihadirkan melalui pola repetisi yang terjadi yang runtun di awal setiap bait sajak ini, dengan pengecualian sedikit pada bait terakhir.
Bunyi /a/ yang runtun pada setiap akhir kalimat atau larik bait terakhir Sajak 6 juga menyugestikan hadirnya konstruksi bunyi efoni. Secara struktur larik, konstruksi yang diciptakan oleh keruntunan bunyi akhir /a/ ini bisa dipandang cukup rapi dengan setiap larik sama-sama terdiri atas dua kalimat (tanda baca koma pada larik terakhir, yang juga menghasilkan jeda, bisa dianggap sama dengan satuan sebuah kalimat). Hal tersebut menciptakan pola yang rapi dan menyugestikan situasi yang harmonis. Bunyi /a/ sendiri, sesuai konteksi isi larik sajak ini, menyugestikan bahwa hal yang dibicarakan merupakan peristiwa besar. Namun atmosfer yang merdu tetap bisa terasa karena kerapihan dan keruntunan yang dibangun konstruksinya di atas tadi.
Pada bait terakhir Sajak 10 terdapat rima akhir {aaaa} yang dibangun bunyi /u/. Kerapian pola ini serta intensitas yang dihasilkannya bisa dipandang ikut menciptakan bunyi efoni. Namun sebetulnya nuansa efoni ini lebih intensif hanya pada larik satu dan duanya saja. Pada larik-larik ini, bunyi-bunyi /u/ tersebut masing-masingnya berangkai dengan bunyi /m/ sehingga menyugestikan suasana yang lembut. Isi larik-larik ini sendiri juga lebih cenderung menghadirkan suasana yang haru dengan nada-nada yang penuh kelembutan. Dua larik berikutnya lebih bernuansa kasar, baik dari segi isi sajak maupun rangkaian konstruksi bunyi masing-masingnya. Dua larik ini bisa dipandang sekedar mendukung intensitas bunyi /u/ pada dua larik sebelumnya.
Paduan bunyi-bunyi /a/, /u/, /o/, /n/, /h/, dan /L/ pada bait tiga Sajak 11 juga menghadirkan bunyi-bunyi yang efoni. Bunyi-bunyi tersebut cenderung menghadirkan nuansa yang lembut yang sesuai pula dengan isi sajak pada bait tersebut yang menceritakan peristiwa alam dengan menggunakan diksi benda-benda alam: pohon, daun, dan rumpun.
Konstruksi bunyi /an/ dan /i/ pada bait terakhir Sajak 13 juga bisa dianggap menghadirkan bunyi-bunyi yang efoni. Secara struktur konstruksi yang dibentuk cukup berpola rapi. Bunyi /an/ terdapat pada akhir larik pertama dan terakhir bait ini. Bait ini hanya terdiri atas tiga larik sehingga konstruksi yang dibentuk oleh larik pertama dan terakhirnya tersebut bisa dipandang menjadi cukup menonjol. Repetisi bunyi /i/ juga sejajar dengan konstruksi sebelum ini, yakni masing-masingnya menjadi bunyi akhir kata pertama larik pertama dan terakhir bait ini. Isi sajaknya sendiri bernada “rendah”, mengisahkan tentang permohonan aku lirik yang bernuansakan keharuan namun tidak dalam suasana yang sedih dan muram (melainkan situasi yang “tenang”).
Repetisi utuh bait dua, empat, enam, dan sembilan Sajak 14 juga bisa dipandang menghadirkan nuansa yang efoni. Isi sajaknya sendiri menyugestikan suasana yang melankolis bahkan cenderung muram. Namun nada “merendah” yang hadir bersama suasana muram tersebut membuat konstruksi ini cukup bernuansa ringan sehingga terkesan merdu. Selain kemerduan tentunya juga diciptakan oleh harmonisasi dari kerapihan pola konstruksinya. Antara bait dua hingga enam, yang masing-masing berseling satu bait, menyelingi bait yang cukup panjang sementara bait sembilan diselingi oleh dua bait namun keduanya merupakan bait yang cukup pendek. Dari segi bunyi, intensitas bunyi-bunyi /L/, /a/, dan /ng/, sebagai bunyi akhir setiap kata, juga bisa dianggap mendukung bagi nada yang “rendah” tersebut, selain juga dukungan dari tanda baca koma dan petik bagi bait-bait ini.
Pada bait terakhir Sajak 18 terdapat rima akhir {aaaa} yang dibangun bunyi /i/. Kerapian pola ini serta intensitas yang dihasilkannya bisa dipandang ikut menciptakan bunyi efoni, sebagaimana pada Sajak 10 di atas. Intensitas bunyi efoni yang dihasilkan oleh bait ini lebih kuat lagi dengan terdapat /i/ sebagai bunyi akhir kata pertama larik satu dan terakhir bait ini. Terlebih pula larik satu dan empat bait ini sama-sama terdiri atas tiga kata. Hal ini membuat pola konstruksi yang dihasilkan cukup rapi. Bunyi /i/ yang juga terdapat pada satu kata di tengah larik dua dan tiga kata di tengah larik tiga bait ini juga turut serta menguatkan konstruksi ini. Sesuai dengan isi baitnya, bunyi /i/ di sini mendukung atmosfer dan suasana yang riang serta sangat bahagia. Atmosfer ini akan sangat terasa jika dikontraskan pada bait-bait sebelumnya. Tentu saja nuansa bait-bait sebelumnya tersebut terus sedikit banyaknya menjejak pada bait ini. Namun terasa sekali intensitas bunyi /i/ ini mengubah atmosfer sajak ini.
3.3.4.2 Kakofoni
Beberapa bunyi-bunyi kakofoni yang terlihat cukup menonjol:
1. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b13 Sajak 1. Bunyi-bunyi kakofoni tersebut menyugestikan situasi yang kacau.
2. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b19-20 Sajak 1. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan situasi yang kacau.
3. Paduan bunyi /k/, /t/, dan /r/ pada kau kini terukir (b24 Sajak 1). Bunyi-bunyi tersebut mengimajikan rasa pedih dan getar jiwa orang-orang yang menyaksikan akibat dari sebuah bencana.
4. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b1-3 Sajak 3. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan keadaan yang berat dan penuh beban.
5. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada benih-benih puisi yang dikafani retorika dan ribuan basa-basi (b19-20 Sajak 3). Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan situasi yang memuakkan.
6. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b10 dan b12 Sajak 5. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan suasana yang suram dan berisi kepedihan.
7. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b5 dan b8-9 Sajak 6. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan atmosfer yang dipenuhi kekerasan
8. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada goresan graffiti mengotori tembok kota (b1 Sajak 8) dan juga mural dan lukisan tak berbentuk (b2). Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan atmosfer yang dipenuhi kekerasan
9. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b1 Sajak 9. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan keadaan yang perih.
10. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b6-7 Sajak 11. Bunyi-bunyi tersebut bernada kemarahan dan kegeraman.
11. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada tinggal samar di mataku yang nanar (b3-4 Sajak 12). Bunyi-bunyi tersebut bernada kegeraman.
12. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada seperti juga anak-anak itu, yang kini berlarian di tengah keriuhan lampu-lampu kota (b29 Sajak 14). Bunyi-bunyi tersebut menciptakan suasana yang ramai dan riuh.
13. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b3-4 Sajak 15. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan situasi yang tercekat dan mampat.
14. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b6-8 Sajak 15. Bunyi-bunyi tersebut bernada kemarahan dan kegelisahan.
15. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada Sajak 17. Bunyi-bunyi tersebut menghadirkan suasana yang risau dan gelisah serta sedikit bernuansa kemarahan.
16. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b3-5 Sajak 18. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan suasana yang gelisah dan situasi yang kacau.
17. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada Sajak 19. Bunyi-bunyi tersebut menghadirkan suasana yang kacau dan penuh keputusasaan.
18. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b11-15 Sajak 20. Bunyi-bunyi tersebut menghadirkan suasana yang kacau.
19. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b2-8 Sajak 23. Bunyi-bunyi tersebut bernada kemarahan dan menghadirkan situasi yang kacau.
20. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada Sajak 24. Bunyi-bunyi tersebut bernada kemarahan.
21. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b9-b15 Sajak 26 . Bunyi-bunyi tersebut bernuansa kegelisahan.
22. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada b1-2, b5-8, b16-17, b19 Sajak 27. Bunyi-bunyi tersebut bernada kemarahan yang bercampur dengan nuansa kesedihan.
23. Paduan bunyi-bunyi kakofoni pada Sajak 28. Bunyi-bunyi tersebut menyugestikan situasi yang kacau.
24. Paduan bunyi pada Sajak 29. Bunyi-bunyi tersebut menghadirkan suasana yang gelisah namun dengan nuansa kenestapaan.